Tafsir Al-Quran Surat Al-Ahqaf 21-25: Kufur Nikmat Penyebab Kehancuran dan Kecelakaan Dunia Akhirat

Kufur Nikmat Penyebab Kehancuran dan Kecelakaan Dunia Akhirat
Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, Anggota Dewan Penasihat Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ta’lim Bakda Subuh
Ahad, 8 Januari 2023

Oleh: Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, Anggota Dewan Penasihat Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Disarikan oleh Prof. Dr. Bustanul Arifin

Hajinews.id – Alhamdulillahi rabbil a’lamin. Kita dapat berjumpa lagi secara online dalam rangka meneruskan kajian tafsir Al-Quran pada pagi ini Hari Ahad tanggal 15 Jumadil Akhir 1444 H bertepatan dengan tanggal 8 Januari 2023, untuk mendalami ayat-ayat Allah. Insya Allah kita meneruskannya dengan Surat Al-Ahqaf 21-25, yang Artinya “Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Ad yaitu ketika dia mengingatkan kaumnya tentang bukit-bukit pasir dan sesungguhnya telah berlalu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan setelahnya (dengan berkata), “Janganlah kamu menyembah selain Allah, aku sungguh khawatir nanti kamu ditimpa azab pada hari yang besar.” Mereka menjawab, “Apakah engkau datang kepada kami untuk memalingkan kami dari (menyembah) tuhan-tuhan kami? Maka datangkanlah kepada kami azab yang telah engkau ancamkan kepada kami jika engkau termasuk orang yang benar.” Dia (Hud) berkata, “Sesungguhnya ilmu (tentang itu) hanya pada Allah dan aku (hanya) menyampaikan kepadamu apa yang diwahyukan kepadaku, tetapi aku melihat kamu adalah kaum yang berlaku bodoh.” Maka ketika mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, mereka berkata, “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita.” (Bukan!) Tetapi itulah azab yang kamu minta agar disegerakan datangnya (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, sehingga mereka (kaum ‘Ad) menjadi tidak tampak lagi (di bumi) kecuali hanya (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa”.

Di dalam Al-Quran banyak dikisahkan kaum atau sebenarnya Iroma (kaum yang lebih kuat) yang diberikan Allah SWT beberapa kelebihan, misalnya tubuh lebih besar dari manusia biasa, umurnya lebih panjang, bukan 60-70 tahun seperti ummat Muhammad SAW, kekuasaan lebih mampu memaksa, memobilisasi rakyat untuk melakukan sesuatu untuk melakukan proyek tertentu, SDM dan SDA yang lebih besar, dll. Akan tetapi, di dalam Al-Quran juga dijelaskan bahwa beberapa kelebihan tersebut tidak digunakan untuk kebaikan, tapi sebagai sarana kesombongan, takabbur, penentangan kepada ajaran Allah SWT dan para Rasul-Nya. Hasil akhir dari hal-hal kufur nikmat tersebut adalah kehancuran. Ini juga merupakan peringatan (warning) bagi bangsa kita Indonesia, yang memiliki kelebihan SDA dan SDM, yang jika tidak dinikmati dan disyukuri, justeru akan menyebabkan kehancuran di dunia dan akhirat. Na’udzu billah mi dzalik.

Terdapat tiga kasih besar tentang suku bangsa. Perhatikan Surat Al-Fajr secara lengkap, Pertama, Kaum ‘Ad (atau Iroma ‘Ad) yang memiliki bangunan yang tinggi, atau mampu membangun bangunan tinggi, yang belum pernah dibangun sebelumnya. Kedua, Kaum Tasmud, yang memiliki kekuatan untuk memotong batu besar pada lembah-lembah, atau sekarang disebut bunker, yang tidak pernah dibangun sebelumnya. Ketiga, Dinasti Fir’aun yang memiliki anak buah dan bala tentara yang banyak, tapi mereka membuat kerusakan di muka bumi. Kemudian, mereka membunuh, menghancurkan, dll dan seakan-akan menjadi kebiasaan atas kedzaliman yang mereka kerjakan. Allah SWT akhirnya mengucurkan beberapa adzab kepada mereka. Intinya, mereka tiga kisah suku bangsa itu adalah kufur nikmat. Nabi Hud AS disebut sebagai Saudara ‘Ad, yang sebenarnya berasal dari kalangan yang sama dengan Kaum ‘Ad. Beliau memberikan dakwah kepada kaumnya yang tinggal di lembah-lembah untuk melakukan tauhid atau penyembahan kepada Allah SWT. Rasulullah SAW pun mendakwahkan kepada ummat-nya dengan kasih sayang, jangan sampai terjadi seperti Kaum ‘Ad pada zaman Nabi Hud AS tersebut. Para da’i zaman sekarang seharusnya melakukan hal yang sama dengan Rasulullah SAW, yaitu kasih sayang kepada ummat atau jamaah untuk senantiasa meningkatkan ketauhidan, hati yang berdzikir kepada Allah SWT. Tanpa iman kepada Allah SWT, tidak mungkin ada ketenangan di dalam hati.

Ayat-ayat berikutnya menyebutkan tentang stigma negatif oleh para kaum ‘Ad kepada Nabi Hud AS. Hal ini mirip dengan yang terjadi saat ini, bahwa setiap kebaikan atau setiap dakwah senantiasa dicurigai memiliki motif tertentu, kekuasaan, kesenangan, dll. Rasulullah SAW ketika pertama berdakwah dan mengajak beriman kepada Allah SWT, Tuhan Yang Mahaesa dicurigai memiliki motif kesenangan dan kekuasaan tertentu. Rasulullah SAW dengan tegas menolak iming-iming dari Kepala Suku Kaun Quraisy untuk berhenti berdakwah, bahkan dengan imbalan matahari di tangan kanan dan bulan di tangan kiri. Nabi Hud AS juga menjawab menggunakan kosa kata yang sama, bahwa tugas seorang Rasul adalah berdakwah atau tabligh, menyampaikan dengan penuh kesungguhan. Hanya Allah SWT yang menentukan atau mengubah hati dan keyakinan ummat yang dihadapinya. Peringatan-peringatan yang disampaikan Allah SWT pada aya-ayat di atas sebaiknya diperhatikan dengan baik. Kita diminta untuk memanfaatkan dan menggunakan nikmat yang telah kita peroleh untuk meningkatkan ibadah kepada Allah SWT dan berbuat kepada manusia.

Menjawab pertanyaan tentang hadist “Tidak dikatakan bersyukur kepada Allah SWT bagi siapa yang tidak tahu berterima kasih kepada sesama manusia”. Setiap nikmat apa pun yang kita terima, kita terus bersyukur kepada Allah SWT dengan kekuasaan, posisi, jabatan dll dan memanfaatkannya untuk kemasalahatan manusia atau orang lain. Jika kita merasa menerima kenikmatan melalui jasa orang lain, jangan segan-segan untuk menyampaikan terima kasih kepada sesama manusia. Menyampaikan kebenaran merupakan salah satu wujud syukur kepada Allah SWT. Hal penting lagi adalah bahwa sekecil apa pun suara kebenaran itu akan selalu terdengar, tidak perlu khawatir dalam menyampaikan kebenaran.

Menjawab pertanyaan tentang bagaimana mencegah godaan kehidupan berupa harta, jabatan, kedudukan yang senantiasa mewarnai pikiran kita manusia. Kita perlu melakukan beberapa hal untuk lebih terhindar dari godaan kehidupan itu. Misalnya, membangun lingkungan yang baik, al-bayatus shalihah. Kita perlu jadikan isteri, suami dan anak-anak sebagai benteng untuk tidak melalukan perbuatan terkutuk dan tidak terpuji. Perhatikan Surat At-Tarim ayat 6, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari perbuatan yang mencelekakan (api neraka)”. Ingat fenomena LGBT itu sedang menghancurkan keluarga, agar tidak berfungsi, tidak menghasilkan keturunan dll. Kita perlu membentengi keluarga kita dari hal-hal mudharat tersebut, apalagi sampai berupaya menghancurkan keluarga.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *