Anwar Ibrahim: Pemimpin Rendah Hati ditempa Melalui Keterasingan

Pemimpin Rendah Hati
Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Kemarin di kedutaan Malaysia saya menyebutkan apa yang pernah dikatakan Francis Fukuyama tentang akuntabilitas demokrasi. Kita ribut dengan hiruk-pikuk bicara demokrasi tapi bukan akuntabilitas. Demokrasi tidak bisa ditentukan legitimasi kehebatannya semata-mata dalam pemilu, tetapi relevansinya bagi kita berdasarkan pertimbangan nilai dan moral, moral dan etika, harus tentang akuntabilitas.

Benarkah orang yang memegang tampuk kekuasaan, yang menang dengan dukungan rakyat, menang dengan cara dan kaidah etika yang bisa dipertahankan dan sudah dimiliki?

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Apa daya mereka harus jujur dalam menjalankan amanah, mengemban amanah korupsi atau korupsi yang sudah menjadi budaya di negara-negara Islam. Makin kuat slogan Islam, makin banyak dana yang hilang.

Atau di malaysia terkadang makin keras suara supremasi Melayu, makin cepat uang hilang sehingga dengan demikian kita tidak bisa terhipnotis dengan slogan janji muluk dan kata iya harus menjadi amal jariyah.

Penjara dan Penderitaan Rakyat

Terkadang saya membayangkan pengalaman panjang saya lebih dari 10 tahun di penjara begitu kecil namun begitu besar. Tetapi apakah itu akan memengaruhi saya untuk menjadi sombong dan sombong? Pengalaman disiksa dan menderita begitu lama seharusnya mengajari kita dan memahami arti penderitaan dan penderitaan di antara mayoritas rakyat kita.

Saya ditanya tentang kisah penderitaan saya, saya mengatakan bahwa penderitaan Anwar, betapapun lelahnya saya, masih relatif lebih baik daripada penderitaan mayoritas rakyat Malaysia

Oleh karena itu, sementara kita berbicara panjang lebar, saya akan menulis tentang pengalaman saya. Saya merasa malu karena penderitaannya kurang dari apa yang dirasakan kebanyakan orang.

Maka ada hikmah dari semua ini, yaitu untuk mendewasakanku. Saya lebih mengerti arti bebas dan demokratis karena saya tahu bagaimana rasanya hidup dalam sistem otokratis. Jadi inilah yang menurut saya harus kita semua renungkan

Karena saya mewakili sosok yang berpandangan bahwa kemampuan Indonesia dan Malaysia khususnya Indonesia itu luar biasa, saya agak sentimental dengan Indonesia ini karena almarhum ibu saya adalah penggemar karya-karya hebat Indonesia, semua karya Sutan Alisjahbana, Armijn Pane, Hamka. Falsafah hidup tidak hanya dibaca di masa depan.

Saya jadi ingat pernah membaca Mochtar Lubis yang menghujat budaya korupsi dan lemahnya sifat bangsa Indonesia, apalagi karena sistem dominasi orde baru atau syair Taufik Ismail ‘Malu Aku Jadi Orang Indonesia’. Sesuai judulnya itu salah satu aspek seniman yang menuangkan hati nuraninya yang galau tapi realitanya Indonesia telah melahirkan tokoh-tokoh besar yang tidak ada bandingannya di daerah kita.

Tokoh Besar dan Teman Setia

Dari berbagai tren ada nasionalisnya seperti Soekarno-Hatta atau yang paham Islamnya seperti Mohammad Natsir atau kirinya seperti Sutan Sjahrir atau pemikir kemanusiaan yang kuat seperti Sujatmoko yang menulis satu teks yang bagi saya sangat berharga dalam merumuskan bujet bagi Malaysia, ‘Dimensi Manusiawi dalam Pembangunan’.

Tokoh-tokoh besar dan hebat dalam generasi awal ini diteruskan dalam bidang perdagangan

Tatkala saya terbuang, teman-teman kumpul dan Chairul atur program besar untuk sambut teman-teman bersama. Jadi semasa saya susah, dia sambut. Jadi sebab itu saya ingat teman tatkala saya susah semasa itu, termasuk Bu Anita

Jiwa Pemimpin

Kata siapa untuk menolak kebejatan sosial dan korupsi itu mudah? Saya sudah pengalaman, itu yang menyebabkan saya terpelanting masuk penjara. Saya dulu wakil PM, sekarang saya PM. Itu pun tidak mudah karena korupsi itu seperti juga Malaysia itu sistemik dari atas sampai ke bawah. Tidak mungkin kita mudah survive tanpa menerima atau menoleransi korupsi itu. Kesabaran terbesar kita adalah bagaimana kita menunjukkan contoh dan teladan yang baik.

Seorang PM, seorang menteri, harus rendah hati dan di sini saya sering meminjam ungkapan T. S. Eliot apa makna kerendahan hati dalam puisi dia The Four Quartets: The only wisdom we can hope to acquire is the wisdom of humility. Humility is endless. Kalau ada satu-satunya hikmah yang mungkin kita kuasai adalah kerendahan hati dan itu tidak ada batasnya.

Tantangan bagi kepemimpinan adalah untuk memastikan bahwa kita terus belajar dari pengalaman kami dan dari mendengarkan pakar dan komentar yang tidak mampu kita dengar dari para pakar.

Saya tidak cenderung dengan angka dan statistik. Berapa angka kemiskinan? Hh tinggal 15%. Bunyinya kan indah, tapi kalau kamu dan keluarga kamu tergolong dari 15% itu, kamu tidak bicara begitu. Ini yang membedakan pendekatan manusiawi dengan pendekatan yang lebih akademik dan ekonomi.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *