Sampai waktu menjelang siang, ayam Abu Nawas tidak kunjung laku. Tidak ada satu pun yang berminat membeli ayam tersebut.
Rata-rata mereka menawarnya hanya dengan harga 5 dinar. Hal ini membuat Abu Nawas kecewa, lalu meluapkan kekesalannya kepada orang-orang di pasar.
“Apa-apaan ini! Kemarin aku melihat ada seekor burung bisa laku 100 dinar, tetapi ayam milikku yang begini indah dan ukurannya jauh lebih besar ditawar hanya 5 dinar,” teriak Abu Nawas.
Sontak orang-orang pun terkejut dengan teriakan Abu Nawas. “Ada apa tuan? Jangan teriak-teriak seperti itu, nanti orang-orang ketakutan,” ujar salah satu warga.
Kebetulan sahabat Abu Nawas melintas di tempat itu. Ia pun segera menghampirinya. “Tenanglah Abu Nawas, ada apa ini?” tanya sahabatnya.
“Kemarin waktu kita jalan-jalan ke pasar ini, aku melihat ada seekor burung kecil laku dengan harga 100 dinar, tapi kenapa ayamku yang indah dan besar ini malah hanya ditawar 5 dinar? Ini kan aneh!” ungkap Abu Nawas.
“Oh burung yang kemarin itu, kamu salah paham Abu Nawas, itu bukan burung biasa. Burung itu adalah burung beo. Keistimewaan burung beo bisa bicara seperti manusia. Jadi wajar kalau harganya mahal, bukan karena tubuhnya kecil,” terang sang sahabat.
Sejenak Abu Nawas terdiam. Ia pun mulai menyadari atas kekeliruannya. Tapi untuk menutupi rasa malu, Abu Nawas berkata, “Kalau burung itu bisa bicara, ayamku ini malah bisa berpikir,” katanya.
“Berpikir? Maksudnya bisa berpikir seperti manusia?” tanya sahabatnya penasaran.
“Benar sekali. Dia tahu mana ayam betina dan jantan. Buktinya dia tidak mau mengawini ayam jantan,” ujar Abu Nawas.
Mendengar itu, orang-orang yang ada di pasar seketika tertawa terpingkal-pingkal. Wallahu a’lam bisshawab.