Namun hal tersebut justru berbanding terbalik dengan kekayaan dari kaisar Turki utsmani. Mereka menuntut gajinya bertambah dan meminta perbaikan pada sebagian alat persenjataannya. Dengan adanya usulan itu, pemerintahan Turki Utsmani tidak mampu menurutinya.
Sehingga mereka menempuh jalan lain dengan menjalin perdagangan bersama masyarakat sipil. Tindakan militer yang berhubungan dengan masyarakat sipil ini menyebabkan mereka tidak lagi setia sepenuhnya kepada pemerintahan.
Mereka bertindak lebih arogan dengan membentuk organisasi yang bersifat konservatif dan menolak kebijakan sultan. Dengan sedikit kekuatan yang dimilikinya, pada Tahun 1826 Yanisari melakukan pemberontakan besar-besaran.
Aksi pemberontakan itu bertepatan dengan era pemerintahan Sultan Mahmud II, sehingga mereka dibubarkan sebagai korps pasukan elit. Korps ini dihapuskan oleh Sultan Mahmud II setelah 135.000 Yanisari memberontak kepada sultan. Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan, sekitar 6.000 Yanisari lebih dieksekusi.
Demikian sekilas eksistensi pasukan elit Turki Utsmani, Yanisari hingga akhirnya dihapuskan oleh Sultan Mahmud II.