Mega dan Jokowi

Mega dan Jokowi
Megawati dan jokowi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Lukmono Suryo Nagoro (Editor Buku dan Tinggal di Solo)

Hajinews.id – Akhir-akhir ini, ada perdebatan mengenai pidato Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada hari ulang tahun ke-50 partai yang dipimpinnya. Pidato ini dikutip secara verbatim oleh harian nasional Kompas. Jarang-jarang ada pidato ketua umum partai yang dimuat oleh koran nasional.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Publik pun menunggu-nunggu nama yang akan dikeluarkan oleh Mega dari saku kantongnya: capres pilihan Ibu Mega. Dari awal sampai akhir pidato, tidak satu pun nama capres keluar. Hal ini membuat publik kecewa. Mereka ingin nama jagoannya dikeluarkan oleh Ibu Mega. Entah Ganjar Pranowo, entah Puan Maharani.

Sebelum membahas soal pidatonya, saya ingin sedikit membahas gaya berpolitik Ibu Mega ini. Salah satu yang saya kagumi dari gaya politik Ibu Mega ini adalah konsistensi dan keras kepalanya itu. Ketika kalah sampai dua kali dalam pilpres melawan Susilo Bambang Yudhoyono, tidak sedikit pun Ibu Mega atau kadernya kepincut jabatan di eksekutif. PDI Perjuangan total menjadi partai oposisi. Selama menjadi oposisi, Ibu Mega memperbaiki internal PDI Perjuangan sehingga bisa merebut kekuasaan lagi pada 2014 dan 2019.

Saya akan memulai membahas pidato Ibu Mega saat menyatakan saya ini cantik, karismatis, dan pejuang. Publik pun akan mencibir bagian ini karena bisa saja berpendapat hal demikian kok diucapkan saat berpidato di hadapan kadernya. Saya ingin menganalisis dari sisi lain. Ibu Mega ini ketum parpol terbesar yang sangat jarang mendapat sorotan kamera. Muncul di televisi atau media massa. Ketika muncul dengan pernyataan-pernyataan yang nyeleneh tersebut, publik pasti akan membaca dan memberi reaksi.

Eloknya, reaksi publik terhadap Ibu Mega selalu konsisten: Meremehkannya. Jarang sekali ada yang memuji pidato Ibu Mega di setiap kesempatan. Komentar-komentar yang meremehkan itu makin menegaskan dugaan bahwa dia sosok wanita, yang sebaiknya jadi ibu rumah tangga saja dan menjadi ketua partai karena dia anaknya Presiden Soekarno. Ibu Mega mendapat keistimewaan lahir di Istana Kepresidenan, hal itu juga disampaikannya dalam pidato.

Ketika banyak orang meremehkan. Tentunya apresiasi terhadap dirinya pun minim sekali dan banyak orang juga memandang dirinya sebelah mata. Artinya, sebagai politisi, Ibu Mega bisa dianggap sebagai politisi yang lemah. Faktanya, boleh dibilang dia lemah, jadi ibu rumah tangga saja, atau kebetulan anaknya Presiden Soekarno, PDI Perjuangan yang dia pimpin sejak 1999 dalam polling-polling lembaga survei menjadi yang terdepan pada pemilu 2024 alias calon pemenang.

Begitulah gaya berpolitik Ibu Mega. Dia diremehkan sekaligus ditakuti, paling tidak oleh kader-kadernya. Sampai hari ini pun, kader-kader PDI Perjuangan tidak boleh membicarakan soal copras-capres. Hal ini karena soal capres itu prerogatif Ibu Mega.

Bagian pidato Ibu Mega ini yang paling favorit adalah hubungan antara dirinya dan Presiden Joko Widodo. Ibu Mega mungkin sudah gerah mendengar isu Jokowi tiga periode. Karena itu, Ibu Mega pun dengan tegas menyatakan bahwa masa jabatan presiden adalah dua kali dan meminta kader-kadernya tidak bermain-main dengan aturan konstitusi. Hubungan antara Ibu Mega dan Presiden Joko Widodo sendiri itu pun tidak selamanya harmonis. Beberapa kejadian menyebabkan pendukung atau relawan Presiden Joko Widodo naik pitam adalah Presiden Joko Widodo adalah petugas partai dan tanpa PDI Perjuangan, Presiden Joko Widodo bukan siapa-siapa.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *