Benarkah ada Neo Komunis dibalik Pelanggaran HAM?

Neo Komunis dibalik Pelanggaran HAM
Wakil ketua Komisi III DPR RI, Desmond J Mahesa
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Secara psikologis ini bisa dipahami alasannya. Karena sejak diakuinya pemerintahan RI, Belanda telah merugi banyak dengan hilangnya sumber keuangan setelah seluruh perusahaannya di Indonesia dinasionaliasi oleh pemerintah Indonesia.

Sebagai pihak yang merasa dirugikan secara ekonomi tentu saja Belanda, atau oknum-oknumnya yang selama ini menikmati kue kekuasaan di Indonesia tak mau begitu saja melepas tanah jajahannya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Maka mereka memerlukan kepanjangan tangan untuk merebut kembali sumber uangnya. Dan kelompok yang paling mudah diajak kerja sama adalah PKI, bukan nasionalis apalagi kelompok agama.

Kebetulan saat itu Amir Syarifuddin sebagai tokoh komunis menjadi Perdana Menteri/Menhan sehingga sangat menguntungkan pihak Belanda. Alhasil ketika terjadi sengketa antara Indonesia dengan Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, diselenggarkanlah perundingan Renville pada 18 Desember 1947-17 Januari 1948.

Indonesia (diwakili PM Amir Syarifuddin) dan Belanda (diwakili Abdulkadir Widjojoadmodjo). Hasil perjanjian ini segera jadi awal malapetaka bangsa Indonesia.

Perjanjian Renvile dinilai sangat merugikan Indonesia sehingga membuat Panglima Besar Jenderal  Sudirman sendiri amat kecewa karenanya. Partai-partai nasionalis-agamis juga menolaknya.

Karena kecewa, Masyumi dan PNI akhirnya menarik diri dari kabinet Amir Syarifuddin yang membuat tokoh komunis yang dua kali menjabat perdana menteri itu kehilangan legitimasinya.

Akhirnya berakhirlah pemerintahan sayap kiri yang berlangsung sejak November 1945 sampai Januari 1948. Soekarno menunjuk Hatta sebagai perdana menteri menggantikan Amir Syarifuddin dari kursinya.

Amir yang terdepak dari kabinet mulai galang kekuatan ekstra parlementer. Kelompok-kelompok kiri seperti Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), PKI, Partai Buruh Indonesia (PBI), Partai Sosialis, SOBSI kemudian digabung dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada Februari 1948 yang bergerak di bawah garis Stalin, diktator komunis Rusia.

Tujuan utama bergabungnya sayap kiri dalam FDR adalah menggoyang Kabinet Hatta yang didominasi Masyumi, lawan utama kelompok komunis dimasanya.Di akar rumput terjadi gejolak hebat dimana muncul aksi-aksi kerusuhan, pemogokan, perampokan, penculikan & sabotase terjadi di Delanggu, Solo dan sekitarnya.

Sementara itu FDR terus mendesak Hatta untuk dapat mendudukkan wakilnya di parlemen. Hatta tentu saja menolak karena tuntutan FDR dinilai sangat mengada ada: FDR menginginkan separuh kursi parlemen diserahkankan kepada mereka. Upaya kaum kiri untuk comeback di pemerintahan gagal mencapai tujuannya.

Dalam situasi kacau seperti inilah, pada 11 Agustus 1948, datang Soeripno (komunis) wakil RI di Praha bersama “sekretasi”nya, Soeparto, di Yogyakarta, yang untuk sementara menjadi pusat pemerintah Idonesia. Tiga hari kemudian keduanya bertemu Soekarno. Barulah kemudian publik tahu, Soeparto tak lain adalah tokoh veteran PKI, Musso.

Sementara itu Tan Malaka yang baru dibebaskan dari penjara Madiun (dipenjara sejak sd 17 Agustus 1948) mulai menunjukkan konfrontasi dengan Musso dkk. Mula-mula ia dan pengikutnya membongkar kebobrokan PKI sayap Amir dkk.

Dalam sebuah rapat umum, Rustam Effendy (eks PKI Australia) membongkar borok Setiadjid dan Maruto Darusman yang disebut sebagai orang yang bersepakat di belakang layar dalam mendirikan Uni Indonesia Belanda.

Setiadjid dan Maruto adalah kawan Rustam sesama eks Digoel dan Australia. Jadi tentu saja Rustam tahu betul sepak terjang keduanya. Rahasia ihwal Amir pernah menerima 25 ribu gulden dari van Der Plas pun juga dibongkarnya.

Aib tersebut mengejutkan banyak pihak. Muka Amir dkk seperti dicoreng tinta hitam. Amir dkk dianggap penghianat atas cita-cita proklamasi 45. Amir dkk sebagai arsitek Linggar Jati & Renville dicap sebagai agen pemerintah Belanda di Indonesia.

Sementara itu Musso terus menjalankan agenda Stalin-nya. Kedatangannya pada Agustus itu memang bukan ujung-ujug, tetapi sudah direncanakan, setidaknya sejak awal tahun 1948. Selama masa itu ia terus berkonsultasi dengan Soviet, hingga disusunlah protokol yang kemudian disebutnya Djalan Baru PKI di Indonesia.

Dengan demikian pulangnya Musso ke Indonesia bukannya tanpa agenda. Ia membawa mandat dari Stalin untuk menyelaraskan haluan gerakan komunis di Indonesia dengan jalan baru Kominform (organisasi komunis sedunia dibentuk 1947, setelah bubarnya Komintern 1943).

Selama masa pergolakan kemerdekaan RI ia terus memantau perkembangan Indonesia dan mengabarkannya ke induk semangnya, Stalin di Moskwa.

Agenda utama kepulangan Musso adalah mendirikan Republik Soviet Indonesia sesuai amanat Stalin, yang kemudian diproklamirkan pada 18 September 1948 di Madiun. Pemberontakan PKI Madiun 1948 pada akhirnya terbukti gagal mencapai tujuannya.

Gara-gara Peristiwa Madiun, PKI tercerai-berai dan kehilangan pucuk-pucuk pimpinannya. Selain Musso, pemimpin PKI seperti Amir Sjarifuddin, Maruto Darusman, dan Sarjono juga tewas di hadapan bedil tentara. Sementara tokoh-tokoh FDR senior lainnya seperti Alimin, Tan Ling Djie, dan Wikana dijebloskan ke penjara.

Namun, ibarat pepatah “mati satu tumbuh seribu”, Madiun Affair justru membuka peluang politik bagi kelompok muda PKI yang berhimpun di sekitar trio Aidit-Njoto-Lukman. Kelak berkat mereka PKI tumbuh menjadi salah satu kekuatan politik utama di Indonesia.

Pasca peristiwa Madiun, PKI bangkit dengan dipimpin oleh DN. Aidit. Strategi yang dijalankan oleh Aidit selama Demokrasi Liberal disesuaikan dengan strategi komintern dan disesuaikan dengan kondisi sosial politik yang ada di Indonesia.

PKI menggunakan strategi front persatuan nasional untuk mencari dukungan massa yang besar guna bersaing dengan partai-partai lain selama Demokrasi Liberal berlaku di Indonesia.Keberhasilan PKI menerapkan strategi front persatuan nasional dapat terlihat dalam perolehan suara pada Pemilu tahun 1955.

Selama masa Demokrasi Terpimpin PKI menggunakan strategi ofensif manipolis dan ofensif revolusioner dimana strategi tersebut dilakukan setelah PKI memiliki pendukung yang lumayan besarnya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *