Benarkah ada Neo Komunis dibalik Pelanggaran HAM?

Neo Komunis dibalik Pelanggaran HAM
Wakil ketua Komisi III DPR RI, Desmond J Mahesa
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Strategi tersebut ditujukan untuk menghadapi lawan utama PKI selama Demokrasi Terpimpin, yaitu Angkatan Darat dan kelompok partai islam umumnya. Perjuangan PKI berakhir ketika terjadi periwtiwa G30S, dimana PKI dituduh sebagai dalangnya. Penumpasa PKI oleh Angkatan Darat menandai berakhirnya eksistensi PKI di Indonesia.

Berlindung dibalik Hukum dan HAM ?

Pasca kegagalan PKI memberontak di tahun 1965, banyak pihak yang menganggap PKI sudah tidak ada lagi di Indonesia. Banyak pernyataan yang dianggap menipu generasi muda seperti : komunisme sudah mati, Uni Soviet sudah bubar, tembok Berlin sudah runtuh, komunisme di Eropa Timur sudah tidak ada.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Bahkan Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo pernah meminta agar isu PKI tidak digunakan untuk meningkatkan popularitas.

“Sudah saatnya bangsa ini menjadi dewasa dan tidak menjadikan isu ini mainan politik,” katanya seperti dikutip media Kamis, 30 September 2021. Benarkah demikian kenyatannya ?

Menurut Prof Aminuddin Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Surabaya, Komunisme, Marxisme, Leninisme dan Sosialisme, tidak akan pernah hilang, suatu saat pasti reborn dengan berbagai cara.  “Itu semua dirty tricks communism—siasat licik komunis– untuk mempengaruhi generasi muda, agar mereka tidak lagi percaya neo-komunis di Indonesia bangkit kembali,”tegas Prof. Amin (sapaan akrabnya).

Jadi meskipun pemberontakan PKI gagal di tahun 1965 sepertinya mereka tidak mati begitu saja. Mereka tetap waspada untuk mencari peluang bangkit kembali di Indonesia dengan berbagai cara.

Mereka menggunakan narasi narasi  kesamaan dibidang hukum dan pemerintahan serta persamaan dibidang hak azasi manusia sebagaimana diatur dalam pasal 27 dan 28 Undang Undang Dasar 1945.

Seperti diketahui, dalam Pasal 27 UUD 1945 dinyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan, sementara pasal 28 mengatur tentang Hak Azasi Manusia.

Para pejuang neo PKI sering menggunakan sandaran dua pasal tersebut untuk dasar legitimasi perjuangannya. Dengan alasan persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, mereka menuntut agar negara memulihkan hak hak politiknya termasuk menjadi pejabat negara dan masuk tentara.

Pada hal di negara yang katanya dinilai paling demokratis sekalipun seperti Amerika Serikat, yang namanya politik apartheid itu tetap saja ada.

Misalnya sikap Pemerintah Amerika terhadap Al-Qaeda berbeda dengan warga negara Amerika lainnya. Begitu juga Belanda pada masa penjajahan, menggunakan penggolongan penduduk untuk menentukan kebijakan politiknya.

Menjadi pertanyaan kemudian adalah apa makna dari persamaan didepan hukum yang dimaksud oleh pemerintah kalau dikaitkan dengan perlindungan hak azasi manusia.

Apakah betul negara dianggap membatasi hak tertentu demi keselamatan bangsa itu disebut sebagai melanggar hukum dan membatasi hak azasi manusia? Pada hal seperti PKI misalnya sudah jelas jelas pernah berkali kali memberontak untuk mengganti ideologi Pancasila?

Lagi pula perlu dipertanyakan, apakan negara kita saat ini memang betul betul menegakkan prinsip persaman di depan hukum dan perlindungan hak azasi manusia dengan sebenar benarnya?

Bagaimana halnya dengan persamaan dibidang hukum untuk anggota FPI atau HTI misalnya? Apakah mereka juga mendapatkan perlakuan yang sama  pada hal belum jelas apa kesalahannya?

Jadi jangan sampai kalau bagi mereka yang berkepentingan, alasannya harus equal di bidang hukum tapi begitu lawan politik yang berkepentingan maka nanti dulu realisasinya. Karena itu perlu dicermati betulkan negara kita menerapkan persamaan dibidang hukum untuk siapa?

Yang jelas yang tidak bisa dibatasi itu adalah hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran, hak untuk tidak diperbudak dan sebagainya. Sementara hak untuk dipilih dan hak untuk masuk ke instansi itu bisa dibatasi sedemikian rupa meskipun situasional sifatnya.

Ketika sebagian publik menilai, ada indikasi neo PKI akan bangkit kembali ditandai dengan ciri ciri tertentu, maka negara seharusnya berhati hati menyikapinya. Jangan kemudian malah dibuka peluang lebar lebar seolah olah semuanya demi kesamaan dibidang hukum dan hak azasi manusia.

Apalagi untuk memasuki pertahanan negara terutama di TNI yang sensitif sifatnya. Kalau ini dibuka lebar lebar untuk mereka yang diduga neo PKI maka ini sama saja membuka peluang bagi mereka untuk melakukan seperti apa yang dilakukan oleh para pendahulunya.

Nanti kalau sudah di kooptasi bisa ambyar negara yang konon klaimnya sebagai negara nasionalis religius yang berKetuhanan Yang Maha Esa  seperti tercantum di sila Pertama Pancasila.

Dalam kaitan ini Pemerintah perlu menyadari bahwa ajaran komunis itu bertentangan dengan agama, dengan sila Pertama Pancasila. Pemerintah perlu mencermati politik hukumnya sebagaimana yang tertuang dibagian konsideran Tap MPRS No. 25/1966. Karena bagaimanapun juga TAP MPR itu masih berlaku di Indonesia.

Secara historis juga jelas bagaimana pemberontakan PKI tahun 1948 dan 1965. Dimana tergambar kesadisan dan kengerian yang ditimbulkannya. Jangan sampai kejadian seperti itu terulang kembali menimpa anak cucu kita.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *