Amankah Utang Ribuan Triliun Era Jokowi?

Amankah Utang Ribuan Triliun Era Jokowi?
Amankah Utang Ribuan Triliun Era Jokowi?
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.idUtang luar negeri (ULN) sedang dibahas antara staf khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastovo dan Sekretaris Departemen IV DPP Partai Demokrat Hasbil Mustaqim Lubi.

Dalam akun Twitternya @Hasbil_Lbs, Hasbil mengklaim pemerintah saat ini menyisakan utang hingga Rp 7.733,99 triliun. Menurut dia, rasio utang saat ini sebenarnya 40 persen dari produk nasional bruto (PDB).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Namun, pembahasan utang akan mengacu pada referensi GUID 5250 Guidance on Public Debt, yang masuk dalam Laporan Review atas Kesinambungan Fiskal BPK 2020, yang tidak akan diterbitkan pada tahun 2021.

“Berdasarkan perhitungan, beberapa indikator telah melampaui batasan/threshold pada GUID 5250 Guidance on Public Debt,” tulis Hasbil, dikutip Rabu (25/1).

Rincian indikator yang disebut telah melampaui target yaitu debt service to revenue yang nilainya 46,77 persen, lebih tinggi dari threshold Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 25 persen-35 persen dan threshold IDR sebesar 28 persen-63 persen.

Kemudian interest to revenue yang mencapai 19,06 persen, lebih tinggi dari threshold IMF sebesar 7 persen-10 persen dan threshold IDR sebesar 4,6 persen-6,8 persen.

Lalu, debt to revenue mencapai 368,99 persen, lebih tinggi dari threshold IMF sebesar 90 persen-150 persen dan threshold IDR sebesar 92 persen-167 persen.

Hasbil juga memaparkan data yang menunjukkan debt service to revenue, interest to revenue, dan debt to revenue konsisten naik sejak 2012 dan mencapai puncaknya pada 2020.

Menurutnya, tren atas ketiga indikator kerentanan utang tersebut menggambarkan laju penambahan utang dan bunga utang tidak sebanding dengan laju penerimaan negara yang akan digunakan untuk pembayaran keduanya.

Ia pun menduga jika pengelolaan utang dan penerimaan negara tetap menggunakan kebijakan saat ini, maka kesinambungan fiskal berisiko terganggu di masa mendatang.

Yustinus pun angkat suara. Ia menuturkan Kemenkeu juga membaca dan mempelajari Laporan Hasil Reviu Atas Kesinambungan Fiskal Tahun 2020 BKK tersebut.

Namun, menurutnya kondisi tersebut sudah terpaut dua tahun anggaran dari sekarang. Pun, 2020 merupakan tahun puncak himpitan pandemi covid-19.

“Di 2020 ekonomi melambat, penerimaan tertekan, tapi di sisi lain kita harus meningkatkan belanja untuk Penanggulangan covid-19 dan pemulihan ekonomi. Konsekuensinya: defisit APBN melebar,” ujarnya melalui akun Twitter resmi @prastow.

Pada tahun ini, lanjut Yustinus, aktivitas mulai menggeliat kembali setelah pandemi beralih ke endemi. Berbagai indikator makroekonomi dan keuangan negara mengalami perbaikan, seperti pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu, kondisi 2020 disebut tidak relevan jika dijadikan bahan diskusi pengelolaan utang saat ini.

Menurutnya, perbandingan rasio utang atas PDB Indonesia termasuk yang paling rendah di antara negara-negara ASEAN lainnya yakni 39,4 persen, lebih rendah dari Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Di sisi lain, ia menjelaskan BPK merekomendasikan pemerintah perlu menetapkan strategi yang tepat untuk mencapai target fiskal yaitu defisit kembali pada batas tidak melampaui 3 persen dari PDB.

Ia mengatakan jika ingin membandingkan keadaan setiap rezim maka harus adil. Setiap rezim pasti meninggalkan utang serta kenaikan nilai aset, PDB, dan belanja negara. Ia mengatakan belanja negara, aset, dan PDB meningkat pada 2021 dibandingkan 2014.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *