Contigency Debt, Apakah Semua Kewajiban Negara Sudah di Catat sebagai Utang Dalam Buku Neraca Negara?

Contigency Debt
Utang negara
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: M. Misbakhun, Anggota DPR 2019-2024

Hajinews.id – Ini bukan soal pencatatan semata tapi soal pengakuan utang dan pengakuan kewajiban atas beban dan risiko. Kalau soal dicatat oleh Bank Indonesia itu persoalan administrasi semata karena kewajiban Bank Indonesia dalam melakukan pencatat devisa maka setiap utang dalam denominasi mata uang asing atau forex harus dicatat oleh Bank Indonesia. Semua ada catatan nya disana. Bahkan orang bayar sekolah anak nya yang sekolah di luar negeri menggunakan mata uang asing tercatat transaksi nya di Bank Indonesia.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Soal utang B to B dari China untuk BUMN di Indonesia pasti tercatat di Bank Indonesia bahkan di pasti dicatat di bukunya BUMB yang punya utang. Masak utang oleh perusahaan gak dicatat dan diakui di neraca BUMN mana mau yang kasih utang. Ini bukan semata soal pencatatan utang. Ini soal pengakuan utang yang kewajiban dan risiko nya kepada negara. Bisa melalui mekanisme langsung atau bersifat contigency.

BUMN sebagai state own company, korporasi yang saham nya dimiliki oleh negara 100%, ada yang kurang dari 100%, ada dengan kepemilikan minoritasbtapi dengam mekanisme hak eksklusif dengan istilah saham merah putih, minority shareholder with extra right put option.

Dikatakan bahwa penjaminan pemerintah maksimal 6% sebagai contigency debt, saya punya contoh; kalau BUMN nya ada masalah pembayaran leasing pesawat seperti GIA yang lalu sehingga PKPU, maka yang turun langsung negara lewat Penyertaan Modal Negara, yang menggunakan mekanisme belanja di APBN. Uanga APBN sebagian dari uang pajak, PNBP, dan penerbitan utang. Apakah risiko nya BUMN tidak ke negara… ini langsung risiko ke negara karena masuk mekanisme penyelamatannya melalui kebijakan negara lewat PMN di APBN. Sebelumnya GIA beberapa kali mendapatkan PMN lewat belanja di APBN untuk menyelamatkan going concern usahanya.

Ingat kasus Karaha Bodas sebuah proyek PLTU milik Pertamina joint venture dengan perusahaan Amerika Serikat yang gagal dikerjakan sehingga berdampak gugatan pada abitrase international dan gugatannya itu ke Pertamina dan GoI (Government of Indonesia) sebagai pemegang saham. Ketika kalah dalam gugatan dan ada kompensasi denda maka yang ada di dalam amar putusannya diaebutkan apabila putusan denda tidak di bayar maka seluruh aset milik Pertamina dan milik Pemerintah Indonesia sebagai jaminan untuk disita oleh otoritas hukum di Amerika Serikat.

Berikutnya kasus bail-in atas Jiwasraya sebesar 20 triliun melalui mekanisme PMN di Induk Usaha IFG Life yang baru dibentuk. Apakah ini memperhatikan aspek contigency debt 6% sesuai aturan itu? Buktinya 100% di talangi oleh negara lewat PMN dan mekanisme belanja di APBN tahun berjalan.

Ketika menggunakan mekanisme kebijakan belanja di APBN itu menjadi bukti nyata bahwa contigency debt yang selama ini dibukukan terpisah di BUMN harus menjadi bagian utang yang diakui dicatat oleh negara karena BUMN adalah milik negara 100% atau kurang sesuai gradasi kepemilikan saham nya dan risiko di APBN ketika BUMN mempunyai permasalahan soal going concern. Karena ketika kebijakan soal BUMN bermasalah mekanisme PMN lewat belanja di APBN menjadi solusi nya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *