PDIP dan Media Surya Paloh: Untung Didukung, Rugi Dirundung

PDIP dan Media Surya Paloh
Jokowi dan Surya Paloh
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Sehari sebelum Joko Widodo mencalonkan diri sebagai presiden pada 2014, pimpinan PDIP Megawati Soekarnoputri mengundang pimpinan Partai Nasdem Surya Paloh. Pesannya singkat: anak buahnya di partai, Tjahjo Kumolo, Hasto Kristiyanto dan Andi Widjajanto akan menyampaikan pesan tersebut keesokan harinya.

Pagi hari sekitar pukul 10, tiga orang datang menemui Paloh. Mereka jujur ​​bahwa PDIP tidak kuat mendukung Jokowi sebagai presiden dan mereka berharap partai Nasdem semakin besar dapat menambah kekuatannya. Meski partai Nasdem saat itu belum mendapat kursi di parlemen, PDI-P tetap mengharapkan kemenangan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tak pikir panjang, Paloh langsung mengulurkan tangan. Mereka lantas berjabat tangan, menandakan bahwa Partai Nasdem setuju untuk mengusung Jokowi di Pilpres 2014.

Cerita ini dituturkan oleh Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya dalam acara bincang “GASPOL” di Kompas.com pada November 2022 lalu.

Ketika itu publik sudah mengenal Paloh sebagai pebisnis, terutama di industri media massa. Dia adalah pendiri sekaligus pemilik televisi berita Metro TV. Partai Nasdem baru berdiri pada 2011, sementara Metro TV sudah muncul di layar kaca sejak 2001. Dalam naungan Media Group, pria kelahiran Banda Aceh tahun 1951 ini punya media lain seperti Media Indonesia dan Metrotvnews.com.

Media milik Paloh bahkan salah satu yang terbesar di Indonesia. Ross Tapsell dalam riset doktoralnya yang dijadikan buku berjudul Media Power in Indonesia: Oligarchs, Citizens, and the Digital Revolution (2017) menyebut Media Group milik Surya Paloh adalah satu dari delapan perusahaan nasional yang melakukan konglomerasi media. Tujuh lainnya adalah CT Corp milik Chairul Tanjung; Global Mediacom milik Hary Tanoesoedibjo; EMTEK milik Eddy Kusnadi Sariaatmadja; Visi Media Asia milik Bakrie Group; Berita Satu Media Holding milik Keluarga Riady; Jawa Pos milik Dahlan Iskan; dan Kompas Gramedia milik Jakob Oetama.

“Perusahaan-perusahaan media global belum mendominasi pasar Indonesia dan bukan pendorong utama industri di Indonesia. Sebaliknya, konglomerat media nasional yang punya kuasa dan pengaruh,” catat Tapsell.

Kata kuncinya adalah “pengaruh”. Dan Jokowi merasakan betul soal itu.

Bawa Jokowi Menang

Ross Tapsell dalam artikel jurnal berjudul Indonesia’s Media Oligarchy and the Jokowi Phenomenon (2015) mengamati pengaruh media berhasil membuat Jokowi menjadi sorotan nasional. Sebelumnya pria kelahiran 1961 ini tidak banyak disorot. Aktivitasnya di Jakarta, menurut Tapsell, tidak “diikuti” oleh oligark media seperti Hary Tanoe atau Aburizal Bakrie.

Semua berubah setelah pertemuan yang diceritakan di bagian awal. Setelah itu, blusukan Jokowi mendapat tempat tersendiri di media milik Paloh.

Hasilnya baik sampai-sampai media lain, termasuk TVOne milik Aburizal Bakrie, ikut menguntit. Meskipun Bakrie mendukung Prabowo Subianto, tetapi didorong oleh keuntungan pemberitaan, medianya tidak bisa mengabaikan Jokowi begitu saja. Beberapa media juga melakukan hal yang sama.

Seorang petinggi Kompas bahkan mengatakan kepada Tapsell bahwa Prabowo dan Bakrie sempat mendatangi kantor mereka agar mendapat porsi pemberitaan yang sama dengan Jokowi.

Namun gaya blusukan tak terbendung. Jokowi unggul dalam berbagai survei pemilihan calon presiden periode 2014-2019. Tentu saja semua tak bisa dilepaskan dari dongkrak yang disediakan Media Group-nya Surya Paloh.

“Untuk menang, Jokowi harus bersekutu dengan oligark Orde Baru macam Wakil Presiden Jusuf Kalla dan bos media macam Surya Paloh, Dahlan Iskan (Jawa Pos), dan James Riady (Berita Satu),” catat Tapsell.

Dalam sebuah kesempatan, Paloh memang menyatakan siap memenangkan Jokowi di Pilpres 2014 dengan memanfaatkan seluruh jaringan yang dia miliki. “Harus diberdayakan sepenuhnya,” katanya.

Upaya ini kemudian dianggap melanggar aturan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) karena berlebihan. Jumlah tayangan mereka terhadap Jokowi dianggap timpang. KPI lagi-lagi melayangkan teguran pada Metro TV karena menayangkan umrah Jokowi dari awal sampai akhir.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *