1 Abad NU

1 Abad NU
Gus Hamid
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Gus Hamid

Hajinews.id – Apa saja yang telah dihikmadkan NU kepada ummat dan bangsa, mungkin sulit dirinci secara detil. Bukan karena tidak ada catatan sejarahnya, tetapi keterlibatannya dalam perjuangan membentuk, mendirikan, dan menegakkan kemerdekaan, telah cukup menjadi bukti bahwa terhadap Indonesia NU telah mempersembahkan dedikasinya yang luar biasa.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kini usia NU telah genap 1 abad, menyusul usia saudara-saudara tuanya, Jam’iyatul Khair (1901), Perserikatan Ulama (1911), Muhammadiyah (1912), Sarikat Islam (1912), Al-Irsyad (1914), Mathlaul Anwar (1916), Persatuan Islam,  dan beberapa lainnya. Dalam perjalanan panjang itu, meskipun berdiri agak belakangan, NU tumbuh menjadi organisasi terbesar bersama Muhammadiyah. Ada unsur dinamik dan “kekekalan” di dalam NU yang memungkinkan organisasi kaum sarungan ini berhasil tumbuh sedemikian rupa dan memiliki pengikut paling besar.

Unsur dinamik itu adalah pesantren, namun bukan hanya dalam pengertian institusionalnya, melainkan lebih signifikan  lagi pada pengertian kukturalnya. Dalam pengertian inilah unsur “kekekalan” itu saya maksudkan. Bahwa, menjadi NU, sesorang tidak harus mendaftar, atau pernah belajar di sebuah pesantren. Itu iya, dan memang, dengan pernah nyantri, mereka akan masuk dan menjadi bagian-dalam dunia pesantren. Namun dunia pesantren juga memiliki mekanisme dan institusi sosial-keagamaan yang dikembangkannya sedemikian rupa dengan cara kreatif dalam membangun afinitas teoritis antara doktrin dengan tradisi.

Hasilnya memang luar biasa, setidaknya secara sosiologis, bahwa bangunan tradisi itu kemudian memiliki hubungan subtil dengan syariat, sehingga pemenuhan tradisi seakan sekaligus pemenuhan syariat, ataupun sebaliknya. Dengan demikian masyarakat menjadi tidak lagi merasa ada hambatan syar’i ketika hendak, misalnya, melakukan pemenuhan tardisi slametan, ziarah kubur, dan lain sebagainya. Inilah yang memungkinkan masyarakat dengan mudah, bahkan seringkali tanpa disadari, tiba-tiba dalam dirinya memiliki penghayatan sebagai warga NU, tanpa pernah nyantri atau menjadi anggota resmi NU. Dengan demikian,  seseorang pada derajat dan level evolusi keagamaan apapun, seperti kelompok masyarakat abangan misalnya, dapat terserap ke dalamnya (NU) dengan nyaman. Pun pula kelompok masyarakat yang sekalipun tampak modern namun pandangan dunianya (weltanchauung) masih kental dengan visi adat-istiadat, sangat mungkin juga merasa lebih hangat. Dengan demikian NU adalah rumah terbuka, hampir tanpa dinding, dan pilar utamanya adalah pesantren.

Masyarakat menjadi demikian mudah terikat dalam tradisi NU karena, institusi sosial-keagamaan yang dikembangkan, seperti tahlilan, diba’an atau sholawatan, manaqiban, yasinan, dan lain sebagainya, hampir seluruhnya dapat memenuhi semua tuntutan upacara siklus kehidupan, dari kehamilan, kelahiran, pernikahan, hingga kamatian. Dan untuk semuanya mereka membutuhkan pesantren, yakni Kiyai, atau santri untuk memimpin upacara tersebut. Inilah unsur “kekekalan itu” yang memungkinkan NU, meskipun lahir belakangan, namun dengan cepat tumbuh menjadi organisasi terbesar. Dan mungkin akan terus tumbuh sepanjang masyarakat masih mempercayai dan menganggap penting upacara slamentan dan ziarah kubur, dan atau santri sebagai subkultur mengalami kepunahan; meskipun rasanya itu tidak.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *