Bencana “Subsidi” dan Kelangsungan Keuangan haji

Kelangsungan Keuangan haji
Sri Wahyuningsih, 51, and her husband Sutrisno, 54, sit in the Grand mosque, in the holy city of Mecca, Saudi Arabia July 2, 2022. Sri and Sustrino are among over 100,000 Indonesians that Saudi Arabia has allowed to attend the 2022 haj pilgrimage, after barring foreign travellers for the past two years due to the COVID-19 pandemic. REUTERS/Mohammed Salem
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



“Kemudian di 2023 asumsi (jumlah jemaah) dua kali lipat, yang dialokasikan maka Rp12 triliun. Maka otomatis mengambil simpanan yang dipupuk sebesar Rp12 triliun, maka saldonya itu relatif di kisaran Rp3 triliun,” sambungnya.

Sisa dana dengan kisaran Rp3 triliun ini akan dialokasikan untuk keberangkatan jemaah pada 2024. Fadlul mengasumsikan jika tidak ada perubahan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), maka akan terjadi kekurangan sebesar Rp9 triliun.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Asumsi tanpa ada kenaikan BPIH maka artinya 2024 dengan biaya (nilai manfaat) sebesar Rp12 triliun, ada sekitar Rp9 triliun yang diambil dari dana pokok pengelolaan yang selama ini dikelola. Ini dengan asumsi memasukkan semua nilai manfaat tahun berjalan,” ucap Fadlul.

Agar tidak menjadi bencana keuangan haji, maka pemerintah perlu meningkatkan porsi bipih yang dibayar jemaah dan menurunkan porsi nilai manfaat yang digunakan.

Secara terpisah, Anggota Badan Pelaksana Kesekretariatan Badan dan Kemaslahatan BPKH Amri Yusuf mengungkapkan jika skema yang ditetapkan pemerintah tetap sama yakn 60:40 atau jemaah hanya menanggung 40 persen dari total biayahaji, maka nilai manfaat tidak akan bertahan hingga 2027.

“Pada tahun itu akan ada dua kali keberangkatan haji, itu Januari dan Desember, karena pada tahun itu akumulasi kita sudah berkurang nilai manfaatnya cuma (bisa memenuhi) 1 kali (haji), tapi dia harus subsidi 2 kali keberangkatan,” kata Amri pada CNNIndonesia.com, Jumat (3/2) lalu.

Untuk menjaga keberlanjutan, menurut Amri, idealnya nilai manfaat yang digunakan untuk membantu meringankan Bipih calon jemaah seharusnya diambil dari perolehan tahun berjalan alias tidak mengambil jatah jemaah tunggu.

Terlebih, apabila nilai manfaat yang digunakan lebih sedikit dari imbal hasil yang diperoleh, maka angka ini bisa menambah dana kelola. Artinya, angka yang diinvestasikan BPKH akan semakin besar dan berpotensi meningkatkan perolehan imbal hasil ke depan.

Sebaliknya, menurut Amri, jika penggunaan nilai manfaat terus berlangsung eksesif maka aset yang dimiliki BPKH akan semakin turun dan keberlanjutan untuk jemaah tunggu akan semakin mengecil.

Amri juga mengingatkan soal tren pertumbuhan pendaftaran jemaah haji baru cenderung melambat, utamanya sejak pandemi covid-19. Pada 2022 hanya sekitar 300 ribu orang yang mendaftar haji, pada 2021 bahkan hanya sekitar 280 ribu.

Jumlah ini berbanding terbalik dibandingkan 2012-2013 yang mengalami eskalasi daftar tunggu usai kebijakan daftar sepanjang tahun dan kemudahan perbankan untuk dana talangan haji. Angka pendaftar haji sebelum pandemi bisa mencapai 700 ribuan orang.

“Sebenarnya orang yang punya kemampuan ekonomi untuk berhaji itu data kita ada sekitar 12 juta orang, yang potensial. Jadi kalau lihat statistik kemampuan ekonomi, keinginan dia, itu ada 12 juta, ini data potensi. Tapi sekarang yang daftar cuma 300 ribu,” kata Amri.

Ia juga menyorot sejumlah calon jemaah ikut menarik setoran awalnya dari BPKH. Jumlah calon jemaah yang menarik uang setoran awalnya ini bisa mencapai 60 ribu-80 ribu orang atau senilai Rp1 triliun tiap tahunnya. Alasannya beragam seperti memilih program haji plus maupun umrah.

Kondisi ini juga mempengaruhi keuangan haji yang dikelola BPKH.

Kenaikan Biaya Haji Bertahap

Berdasarkan kajian antara Badan Pengawas Keuangan (BPK) dengan PEBS UI pada 2019, terdapat beberapa faktor yang memberikan dampak langsung pada keberlanjutan dana haji.

Pertama, kuota haji yang meningkat pesat. Kedua, persentase dana haji yang dibayar jemaah dan nilai manfaat. Ketiga, laju peningkatan biaya haji.

“Kalau dilihat 2019 ke 2022 biaya haji real-nya, BPIH-nya itu tinggi sekali, dari Rp70 juta ke Rp90 jutaan. Jadi ketika peningkatan biaya haji tinggi, itu akan mempengaruhi sustainability biaya haji,” ungkap Peneliti Senior Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia (PEBS UI) Budi Prasetyo beberapa waktu lalu.

Idealnya, porsi nilai manfaat yang menanggung BPIH tidak boleh lebih besar dari Bipih. Namun, bukan berarti, pemerintah perlu menaikkan Bipih tahun ini secara drastis seperti yang diusulkan Kemenag.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *