Jiwa Hewani dan Jiwa Rohani Menurut Al-Ghazali

Jiwa Hewani dan Jiwa Rohani
imam Al-Ghazali
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.idImam al-Ghazali mengatakan dalam bukunya “The Alchemy of Happiness” yang diterjemahkan oleh Haidar Bagir sebagai “Kimia Kebahagiaan” bahwa manusia memiliki dua jiwa, jiwa hewani dan jiwa rohani. Jiwa rohani ini bersifat malaikat.

“Tempat jiwa hewaniah adalah dalam hati. Tempat dari mana jiwa ini menyebar seperti uap halus dan menyelusupi semua anggota tubuh, memberikan tenaga atau kemampuan melihat pada mata, mendengar pada telinga, serta kepada semua anggota tubuh memberikan kemampuan untuk menyelenggarakan fungsi-fungsinya,” tutur Al-Ghazali.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hal ini bisa dibandingkan dengan sebuah lampu yang ditempatkan di dalam suatu pondok yang cahayanya jatuh pada dinding-dinding ke mana pun ia pergi.

Hati adalah sumbu lampu ini, kata al-Ghazali, dan jika penyaluran minyaknya diputus karena suatu alasan, maka matilah lampu itu. “Seperti itulah kematian jiwa hewani,” ujarnya.

Tidak demikian halnya dengan jiwa rohani atau jiwa manusiawi. Ia tak terpilahkan dan dengannya manusia mengenali Allah. Boleh dikatakan dialah pengendara jiwa hewani.

Dan ketika jiwa hewani musnah, ia tetap tinggal, tetapi laksana seorang penunggang kuda yang telah turun atau seperti seorang pemburu yang telah kehilangan senjatanya.

Kuda dan senjata-senjata itu dianugerahkan pada jiwa manusia agar dengan itu semua ia bisa mengejar dan menangkap keabadian cinta dan pengetahuan tantang Allah. Jika ia telah berhasil melakukan penangkapan itu, maka bukannya berkeluh kesah, ia pun merasa lega ketika bisa menyingkirkan senjata-senjata itu.

Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda, “Kematian adalah suatu hadiah Tuhan yang diharap-harapkan oleh para mukminin.” Tapi, kata al-Ghazali, celakalah kalau jiwa itu kehilangan kuda dan senjata-senjata pemburuannya sebelum berhasil memperoleh hadiah tersebut. Kesedihan dan penyesalannya akan tak terperikan.

Hal-Hal yang Baik Itu Abadi

Selanjutnya, Imam al-Ghazali mengatakan setiap anggota tubuh bisa rusak dan berhenti bekerja, tapi individualitas jiwa tak terganggu. “Lebih jauh lagi, jasad yang anda miliki sekarang tidak lagi berupa jasad sebagaimana yang anda miliki pada waktu kecil, melainkan sudah berbeda sama sekali,” ujarnya.

“Meskipun demikian, kepribadian anda sekarang ini sama dengan pada waktu itu. Karena itu, sangat mudahlah untuk membayangkannya sebagai terus ada bersama-sama sifat-sifat esensialnya yang tak tergantung pada tubuh, seperti pengetahuan dan cinta akan Tuhan,” lanjutnya.

Inilah arti ayat al-Qur’an, “hal-hal yang baik itu abadi.” Tetapi, kata al-Ghazali, jika sebaliknya daripada membawa pengetahuan bersama anda, anda malah menyeleweng dalam kejahilan tentang Allah. Kejahilan ini juga merupakan suatu sifat esensial dan akan tinggal abadi bagai kegelapan jiwa dan benih kesedihan. Oleh karena itu, al-Qur’an berkata, “Orang yang buta di dalam hidup ini akan buta di akhirat dan tersesat dari jalan yang lurus.”

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *