Menciptakan Iklim Demokrasi Yang Sehat Dengan Kecakapan Berpolitik

Menciptakan Iklim Demokrasi Yang Sehat
Menciptakan Iklim Demokrasi Yang Sehat
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Pilpres 2024 sejatinya hanyalah alat untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih demokratis dan bermartabat. Sehingga setiap langkah prosesi Pilpres 2024 diharapkan tidak merusak keutuhan dan kerukunan bangsa.

Profesor Dr. Hamdi Muluk, DI, Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia mengatakan, tidak bisa dipungkiri bahwa pesta demokrasi tidak pernah lepas dari politik identitas. Namun, suasana demokrasi yang sehat jauh dari ujaran kebencian, hoaks, konfrontasi dan SARA belum dapat dipahami dan dijunjung oleh seluruh pelosok tanah air. Di balik ini adalah penekanan pada pentingnya keterampilan politik.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Setiap orang yang mau berkontestasi, harus cakap secara politik. Artinya punya kepemimpinan, mengerti isu-isu publik, bisa mengatur manajemen pemerintahan dan sebagainya. Seperti sesuatu yang rasional,” ujar Hamdi Muluk dikutip Antara, Senin (13/2/2023).

Menurut Hamdi, para politisi atau aktor-aktor yang punya kepentingan untuk politik masih sering memobilisasi sentimen yang disebut politik identitas. Mereka juga kerap tergoda untuk memenangkan Pemilu dengan menjadikan sentimen suku keagamaan untuk memenangkan kontestasi.

Politik identitas memanipulasi identitas etnik dan keagamaan untuk kepentingan politik. Tentunya ini dalam hukum-hukum demokrasi memang dianggap melewati pagar-pagar demokrasi yang seharusnya tidak boleh diloncati. Dalam norma demokrasi, itu haram hukumnya,” ujarnya.

Ia menilai fenomena kontestasi politik di Indonesia dari tahun ke tahun kerap diwarnai nuansa permusuhan dan kebencian. Hal ini dapat semakin memperkeruh suasana demokrasi seakan tidak lebih dari sekadar “peperangan”.

”Masyarakat harus punya literasi politik dan pendidikan yang cukup. Tidak banyak masyarakat yang bisa menilai calon kontestan politik baik partai ataupun perorangan dengan memakai kriteria-kriteria yang rasional seperti baik rekam jejak, program, visi misi politik, program politik dan sebagainya,” jelasnya.

Kondisi demikian menurut Hamdi, justru menjadi salah satu pemicu terciptanya radikalisasi di tengah masyarakat. Apalagi jika kepentingan politik sudah dibumbui dengan narasi keagamaan yang keliru. Hal ini akan mendorong kelompok radikal atau kelompok ekstrimis kekerasan membajak ideologi agama.

“Kalau hal itu (praktik politik identitas) jumlahnya makin banyak di masyarakat tentunya akan semakin kuat intoleransi beragama, intoleransi politik. Sehingga masyarakat terbelah berdasarkan dukungan terhadap kandidat atau sesuatu yang ‘dibungkus’ memakai agama, tentunya itu berbahaya sekali,” ucapnya.

Ia menyerukan segenap masyarakat agar mampu membangun cara pandang baru dalam memaknai kontestasi politik. Itu penting agar tidak mudah terhasut atau bahkan menjadi pelaku pemecah belah persatuan bangsa yang memanfaatkan narasi politik.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *