Politik adalah Pengkhianatan

Politik adalah Pengkhianatan
Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ada pula yang menyatakan Anies tak pernah berjanji ke Prabowo untuk tidak maju capres selagi Prabowo maju. Kalaupun ada klausul semacam itu, kata loyalis Anies, itu hanya menyangkut Pilpres 2019 yang sudah lewat, bukan Pilpres 2024 yang akan datang.

Ada lagi yang menyatakan siap membayar utang Anies, dengan catatan perjanjian utang-piutang itu diungkap ke publik.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Seperti galibnya, Anies membisu. Dia diam seribu basa soal utang itu. Mungkin merasa tidak etis membahas utang, karena itu menyangkut “aib”. Mungkin pula ia tak punya jawaban yang jitu.

Sudirman Said, loyalis Anies, akhirnya tampil “mewakili” patronnya, sebagaimana Hendri Satrio. Bekas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu memastikan utang Anies ke Sandi Rp50 miliar itu benar adanya. Ada dua tahap, Rp20 miliar dan Rp30 miliar. Hanya saja, utang itu dianggap selesai ketika Anies-Sandi memenangkan pilkada. Sedangkan jika kalah, maka Anies harus mengembalikannya.

Jika benar apa kata Sudirman Said dan Hendri Satrio, maka di situlah terdapat logika terbalik. Ketika menang utang dianggap lunas, ketika kalah utang harus dilunasi.

Mestinya justru sebaliknya, ketika menang utang harus dibayar, ketika kalah utang dianggap selesai. Kalau kalah harus membayar utang, maka ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Tapi pihak Anies berdalih, justru hal itu untuk menciptakan budaya baru.

Khianat

“Khianat”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti “perbuatan tidak setia; tipu daya; perbuatan yang bertentangan dengan janji”. Benarkah Anies Baswedan mengkhianati Prabowo Subianto seperti sinyalemen sementara pihak?

Biarlah waktu yang menjawab. Yang jelas, jika memang merasa berutang, maka wajib hukumnya bagi Anies untuk membayar. Bahkan tak perlu dibayar oleh orang lain, karena selama lima tahun menjabat gubernur, uang Rp50 miliar itu bukan jumlah yang banyak. Perkara Sandi mau atau tidak, karena ia sudah mengikhlaskan, itu persoalan lain.

Yang kemudian mendapat kredit poin justru Sandiaga Uno karena sudah mengikhlaskan piutangnya itu. Bagi Sandi, uang RP50 miliar barangkali tak seberapa dengan hartanya yang mencapai triliunan rupiah.

Lalu bagaimana dengan Anies? Sekali lagi, biarlah waktu yang menjawab. Apalagi seandainya Anies berkhianat pun di dunia politik sudah biasa.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana bisa Erwin Aksa yang pada Pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi bagian dari tim sukses Anies-Sandi membeberkan “aib” sahabatnya itu? Apakah ada “hidden agenda” (agenda terselubung) untuk sengaja memisahkan Anies dari Prabowo dan Sandi supaya bekas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu melenggang sendirian ke Pilpres 2024, tanpa “direcoki” Prabowo dan Sandi?

Semua mafhum, utang adalah pisau pemutus tali silaturahim yang paling tajam. Apakah dengan diembuskannya isu utang itu lalu hubungan Anies dengan Prabowo dan Sandi akan terganggu?

Ataukah Erwin Aksa juga mengkhianati Anies? Biarlah waktu yang bicara!**I

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *