Islamophobia di Eropa dan Amerika

Islamophobia di Eropa dan Amerika
Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Kontan saja poin saya ini mendapat respons yang beragam. Ada yang mendukung tapi tidak sedikit juga yang kurang setuju. Zara dari Inggris misalnya mengatakan: “apakah kita harus membuktikan bahwa kita orang Inggris untuk dihormati?”. Ada juga yang mengkhawatirkan bahwa integrasi justru akan melemahkan keimanan dan identitas keislaman umat di Barat.

Dalam respons, saya tegaskan bahwa menjadi bahagian dan berperan aktif dalam kehidupan publik tidak harus dimaknai sebagai “asimilasi” atau lebur ke dalam masyarakat sekitar tanpa menjaga keyakinan, nilai-nilai (values) serta identitas kita sendiri. Justru yang saya maksudkan adalah “be a part of the mainstream while preserving our own particularities” (menjadi bagian dari mainstream dengan menjaga kekhususan-kekhususan kita”.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ada dua dasar keagamaan yang mendasari poin saya di atas:

Pertama, Karakter Rasulullah SAW yang diutus dari kalangan umatnya (dialah Allah yang mengutus kepada “ummiyiin” seorang Rasul dari kalangan mereka”. Penekanan “dari kalangan mereka” menunjukkan bahwa posisi kita sebagai pelanjut risalah (Dakwah) harus menjadi bagian dari mereka.

Kedua: bahwa dengan “menjadi bagian dari mereka” akan tumbuh rasa percaya diri. Negara tempat kita berada adalah milik kita sebagaimana milik Komunitas lain. Dan ini akan menjadi penguat dalam mewujudkan karakter Umat sebagai “rahmatan lil-alamin”. Kontribusi hanya akan maksimal ketika kita merasa bagian dan pemilik dari negara di mana kita berada.

Sesungguhnya pendapat saya tersebut bukan hal baru. Seorang tokoh Musllim Eropa, Tariq Ramadan, sejak lama melemparkan hal yang sama. Bahwa untuk umat Islam Eropa (dan Amerika) harus mampu lepas dari mindset sebagai tamu di negaranya. Dan itu mengharuskan mempercepat proses integrasi di negara mana mereka berada.

Tentu diakui bahwa pandangan ini tidak jarang juga disalah pahami oleh sebagian masyarakat Muslim di Barat. Pada akhirnya yang terjadi bukan integrasi. Tapi melebur ke dalam masyarakat tanpa menjaga batas-batas yang ditetapkan oleh ajaran dan nilai-nilai agama. Karenanya, kita melihat ada orang Islam Barat yang jauh lebih liberal, baik pandangan maupun prilaku, daripada orang Barat itu sendiri.

Saya senang dan tentunya bangga telah menjadi mewakili Komunitas Muslim Amerika di acara Trans-Atlantic dialogue ini. Yang sesungguhnya bukan hal baru bagi saya. Di tahun 2007 lalu, saya menjadi salah seorang peserta dan pembicara mewakili Komunitas Muslim Amerika di acara yang sama ketika diadakan di Frankfurt Jerman.

Tentu harapannya, semoga hari ini lebih dari kemarin. Dan hari esok akan lebih baik dari hari ini. Karena Islamophobia bukan baru. Terjadi hari ini dan akan terjadi esok hingga zaman berakhir (akhir zaman).

NYC Subway, 21 Februari 2023

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *