Kritik Megawati atas Ibu-Ibu Pengajian

Kritik Megawati atas Ibu-Ibu Pengajian
Megawati
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Kegagalan dalam memahami Islam sebagai ajaran yang rasional dan sangat terbuka untuk didialogkan sesungguhnya disebabkan oleh kegagalan sistem pendidikan. Dan kegagalan ini terjadi di segala jenis lembaga pendidikan, baik pesantren maupun apalagi sekolah-sekolah umum. Di lembaga-lembaga pendidikan tanpa embel-embel Islam yang diterpadukan, wajar saja jika pemahaman peserta didik sangat minim, karena intensitas mempelajarinya memang amat sangat rendah. Belum lagi kualitas pendidik yang saat ini, secara umum, masih menjadi masalah. Di perguruan tinggi, mata kuliah agama juga hanya 3 SKS di semester awal dengan materi yang tidak jelas basis, tujuan, dan targetnya.

Lalu bukankah pesantren telah memiliki otonomi untuk mengajarkan ilmu-ilmu keislaman yang mestinya menghasilkan SDM pengajar agama yang mumpuni? Kalau tidak ada faktor kualitas SDM yang di antaranya adalah IQ sebagai penentu utamanya, dan di antara faktor penentu tinggi rendah IQ adalah gizi, mungkin pesantren sudah menghasilkan ahli agama dengan jumlah sangat besar mengingat usianya di Indonesia ini sudah sangat tua. Inilah faktor penyebab yang menguasai khazanah intelektual Islam yang tertulis dalam kitab-kitab gundul tidak jauh-jauh dari keluarga elite agama. Sementara para santri yang bukan dari kalangan keluarga elite agama, akan menjadi “santri abadi”. Di sinilah letak relevansi kritik Megawati. Walaupun memang Megawati sepertinya tidak memahami persoalan ini. Sebab, mengikuti pengajian sampai kapan pun, jika masalah stunting ini tidak diselesaikan, maka pemahaman keislaman yang sesungguhnya sangat canggih pun tidak akan bisa diserap dan dipahami oleh para mania pengajian.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dalam konteks yang terakhir ini, Megawati sesungguhnya bak menepuk air di dulang, terpercik di muka sendiri. Sebab, negaralah yang seharusnya bertanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan gizi rakyatnya. Dan penguasa Republik selama sewindu terakhir ini adalah partai politik yang dipimpin olehnya. Jika masalah gizi ini bisa diselesaikan, maka akan lahir generasi yang berkualitas, yang bisa belajar dengan optimal dan karena itu juga bisa beragama secara rasional. Majlis ta’lim akan menjadi forum yang di dalamnya terjadi perdebatan yang walaupun tidak bisa setajam yang diidealkan, tetapi akan sangat dinamis dan selalu menghasilkan ide dan langkah untuk kehidupan masa depan yang lebih baik. Dengan begitu, forum pengajian bisa menjadi salah satu media untuk membicarakan jalan untuk mewujudkan Indonesia emas yang dikhayalkan akan terjadi tahun 1945. Wallahu a’lam bi al-shawab.