Sistem Pemilu dan Pertaruhan Kredibilitas MK

Sistem Pemilu dan Pertaruhan Kredibilitas MK
Sistem Pemilu dan Pertaruhan Kredibilitas MK
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Titi Anggraini, Pengajar pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Pembina Perludem

Hajinews.idSISTEM pemilu merupakan metode untuk mengonversi suara yang didapat peserta pemilu menjadi perolehan kursi. Karena posisinya yang sangat strategis, pada saat pembahasan rancangan undang-undang pemilu di parlemen, sejumlah politikus berseloroh bahwa pengaturan soal sistem pemilu ialah soal hidup mati mereka dan partai politik tempat mereka bernaung. Tidak mengherankan, selama tujuh bulan pembahasan menuju pengesahan UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, empat bulan di antaranya atau lebih dari setengah waktu pembahasan, digunakan pembentuk undang-undang untuk berkonsentrasi membahas sistem pemilu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dalam pandangan banyak pakar, terdapat empat elemen utama yang menjadi kunci dalam sistem pemilu. Itu mencakup pilihan terhadap jenis sistem pemilu itu sendiri, struktur pemberian suara (electoral balloting structure), daerah pemilihan (district magnitude), dan formula penghitungan (electoral formula). Selain itu, sistem pemilu sejatinya memiliki tujuh variabel teknis yang membentuknya dan saling terhubung satu sama lain. Itu meliputi besaran daerah pemilihan, metode pencalonan, metode pemberian suara, ambang batas perwakilan (parliamentary threshold), formula perolehan kursi, penetapan calon terpilih, dan jadwal pemilu (terkait dengan keserentakan dalam desain sistem presidensial).

Konteks dan konsistensi

Secara global sistem pemilu dibagi dalam dua kelompok besar, yakni sistem pemilu pluralitas/mayoritas dan sistem pemilu proporsional. Sistem pluralitas/mayoritas pada umumnya menggunakan daerah pemilihan berwakil tunggal (single-member districts), lebih berorientasi pada kandidat, dan penentuan calon terpilih dilakukan dengan berbasis pada suara terbanyak. Sayangnya, di Indonesia dalam beberapa literatur kepemiluan dalam negeri, sistem itu diterjemahkan secara kurang tepat sebagai sistem pemilu distrik. Padahal, distrik merupakan term untuk menyebut daerah pemilihan yang tidak tepat apabila dipakai sebagai translasi bagi istilah sistem pemilu pluralitas/mayoritas.

Selanjutnya, berbeda dengan pluralitas/mayoritas, sistem pemilu proporsional menggunakan daerah pemilihan berwakil majemuk/jamak (multi-member districts), dan secara sadar dipilih untuk mengurangi terjadinya disparitas antara perolehan suara di pemilu dan perolehan kursi partai politik di parlemen. Dalam sistem itu, apabila partai memperoleh suara 40% di pemilu, konversi perolehan kursinya sebisa mungkin proporsional sebanyak 40% di parlemen.

Sistem itu dianggap lebih bisa mewadahi keragaman dalam masyarakat yang heterogen, serta lebih mampu mewujudkan perdamaian bagi suatu negara yang berada dalam situasi politik yang majemuk. Sistem pemilu proporsional dapat diterapkan dengan sistem daftar partai yang tertutup (closed list) ataupun terbuka (open-list). Dalam sistem proporsional tertutup pemilih hanya memilih partai, sedangkan pada sistem proporsional terbuka pemilih bisa langsung memilih kandidat yang diusung partai politik.

Akan tetapi, selain pluralitas/mayoritas dan proporsional, dalam keluarga besar sistem pemilu terdapat pula kelompok sistem pemilu campuran dan kelompok sistem pemilu lainnya. Sistem pemilu campuran berupaya memadukan sisi positif dari sistem pluralitas/mayoritas (atau ‘lainnya’) dan sistem pemilu proporsional.

Dalam sistem campuran, terdapat dua sistem pemilu dengan formula berbeda yang digunakan secara berdampingan. Sementara itu, kelompok sistem pemilu lainnya merupakan sistem pemiliu yang tidak sesuai dengan kategori sistem pemilu pluralitas/mayoritas, proporsional, ataupun campuran. Misalnya, dalam kelompok lainnya ini terdapat sistem pemilu single non-transferable vote (SNTV), yakni sistem dengan daerah pemilihan berwakil majemuk yang berpusat pada kandidat, dengan pemilih mempunyai hanya satu suara untuk diberikan di pemilu.

Tidak ada sistem pemilu yang derajatnya lebih baik atau lebih demokratis jika dibanding satu dengan lainnya. Pilihan atas sistem pemilu dipengaruhi konteks dari tiap negara, serta konsistensi dalam mewujudkan prinsip-prinsip pemilu bebas dan adil dalam praktik demokrasi elektoral mereka.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *