Sistem Pemilu dan Pertaruhan Kredibilitas MK

Sistem Pemilu dan Pertaruhan Kredibilitas MK
Sistem Pemilu dan Pertaruhan Kredibilitas MK
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Beberapa negara di dunia memilih dan langsung mengatur sistem pemilu dalam konstitusi negara mereka. Sementara itu, mayoritas lainnya mengatur sistem pemilu dalam tingkatan undang-undang yang lebih memberikan fleksibilitas untuk melakukan perubahan atau penyesuaian sesuai dengan dinamika ketatanegaraan mereka.

Pengaturan dalam level undang-undang memberikan keuntungan yang membuat sistem pemilu mampu lebih responsif terhadap perubahan opini publik dan kebutuhan politik kontemporer. Akan tetapi, hal itu juga tetap mengandung bahaya karena mayoritas di legislatif secara sepihak bisa saja mengubah sistem untuk keuntungan politik pragmatis mereka sendiri.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dari tiga pemilihan langsung yang dipraktikkan di Indonesia, yakni pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres), pemilu legislatif untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD (pileg), serta pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada), hanya pilpres yang secara eksplisit pengaturannya terdapat dalam Pasal 6A ayat (3) dan (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Selebihnya pengaturan sistem pemilu terdapat dalam undang-undang.

Pengaturan sistem untuk pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD terdapat dalam Undang-Undang No 7 Tahun 2017. Sementara itu, pengaturan sistem untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah terdapat dalam Undang-Undang No 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, beserta sejumlah undang-undang lain yang mengatur daerah khusus/daerah istimewa di Indonesia seperti Aceh, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Papua.

Untuk pilpres, Indonesia menerapkan sistem pemilu pluralitas/mayoritas dengan varian sistem dua putaran (two round system). Pemilu anggota DPR dan DPRD berlaku sistem pemilu proporsional daftar terbuka (open list). Single non-transferable vote atau sistem distrik berwakil banyak berlaku untuk pemilu anggota DPD. Sementara itu, pluralitas dengan varian first past the post (FPTP) diberlakukan untuk pilkada di seluruh wilayah Indonesia, kecuali DKI Jakarta. Khusus DKI Jakarta, berlaku sistem pemilu dua putaran sebagaimana pengaturan dalam UU No 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Buku Panduan Baru International IDEA tentang Desain Sistem Pemilu (2016) mencatat bahwa berdasar studi komparasi sistem pemilu, ada beberapa cara untuk menciptakan sistem pemilu. Pertama, mereka dapat diwariskan tanpa perubahan signifikan dari pemerintahan kolonial atau pendudukan (contohnya Malawi, Mali, Kepulauan Solomon, dan Palau).

Kedua, hasil dari negosiasi proses perdamaian di antara kelompok-kelompok komunal yang ingin mengakhiri perpecahan atau perang (misalnya Lesotho, Afrika Selatan, dan Libanon). Dalam keadaan seperti ini, pilihan sistem pemilu mungkin tidak terbuka untuk pengawasan penuh atau debat publik.

Ketiga, sistem pemilu dapat diberlakukan secara efektif oleh kelompok-kelompok yang bertanggung jawab atas rekonstruksi politik pascakonflik (misalnya otoritas koalisi di Irak dan Dewan Nasional Transisi yang ditunjuk di Afghanistan).

Keempat, elemen rezim otoriter sebelumnya mungkin memiliki peran kuat dalam merancang sistem pemilu baru selama periode divestasi kekuasaan (seperti di Cile).

Kelima, komisi ahli dapat dibentuk untuk menyelidiki sistem pemilu saja (seperti di Inggris atau Mauritius), atau sebagai bagian dari konteks konstitusional yang lebih luas (seperti di Fiji). Hal itu dapat menghasilkan rekomendasi yang dimasukkan ke referendum nasional (seperti yang terjadi di Selandia Baru) atau pemungutan suara legislatif atas rekomendasi komisi (seperti yang terjadi di Fiji).

Keenam, warga negara dapat terlibat lebih luas dalam proses penyusunan sistem pemilu, dengan membentuk majelis warga negara yang tidak ahli dalam sistem pemilu. Itu ialah pendekatan yang diadopsi Provinsi British Columbia di Kanada. Pendekatan itu menyebabkan rekomendasi untuk perubahan dari FPTP ke single transferable vote (STV) diajukan sebagai referendum di seluruh provinsi untuk diambil keputusan.

Selanjutnya, International IDEA mencatat bahwa peluang untuk reformasi sistem pemilu di suatu negara juga bergantung pada mekanisme hukum untuk perubahan dan konteks politik yang berkaitan dengan seruan untuk perubahan dibuat. Hampir semua contoh perubahan besar atas suatu sistem pemilu terjadi dalam salah satu dari dua keadaan berikut. Pertama, terjadi selama transisi menuju demokrasi atau tidak lama kemudian, ketika seluruh kerangka politik ‘siap diperebutkan’.

Kedua, ketika ada krisis tata kelola dalam demokrasi yang mapan. Contoh yang kedua itu ialah adanya anggapan ketidakabsahan dari dua pemerintah mayoritas berturut-turut yang dipilih dengan suara lebih sedikit daripada lawan utama mereka di Selandia Baru, dan persepsi bahwa tingkat korupsi yang tinggi di Italia dan Jepang lebih mewabah akibat sistem politik daripada hasil tindakan individu tertentu.

Dengan demikian, perubahan atas suatu sistem pemilu merupakan sesuatu yang dimungkinkan dan bukan barang tabu. Hanya saja, soal cara dan kapan harus dilakukan menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Jangan lupa, bahwa sistem pemilu yang saat ini berlaku di Indonesia juga lahir sebagai produk lintasan sejarah baik yang merefleksikan evaluasi atas trauma penerapan sistem pemilu pada masa lalu, serta hasil transisi atas reformasi politik dan hukum yang sangat besar pada 1998.

Lalu, bagaimana bila dikaitkan dengan pengujian sistem pemilu yang saat ini berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) melalui perkara No 114/PUU0XX/2022? Para pemohon dalam perkara tersebut secara fundamental meminta agar MK menyatakan agar sistem pemilu proporsional terbuka yang saat ini berlaku dinyatakan inkonstitusional dan menempatkan sistem proporsional tertutup seperti pernah dianut Indonesia selama masa Orde Lama, Orde Baru, dan Pemilu 1999 sebagai satu-satunya sistem pemilu yang konstitusional sesuai dengan ketentuan UUD NRI 1945.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *