Syariat Quantum

Syariat Quantum
Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id

Hajinews.idSyariat atau Syariah, secara etimologi berarti “jalan menuju ke sumber mata air”. Penekanannya pada “jalan”, atau “tariqoh”, atau “metodologi” yang ditempuh. Dan yang kedua adalah “sumber mata air”, atau sumber daripada ilmu pengetahuan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dari pengertian tersebut, maka semua jalan yang dapat membawa seseorang untuk sampai kepada “sumber mata air” adalah ilmu syariat. Jika “sumber mata air” itu adalah Dzat Yang Maha Mengetahui, dan mata air itu adalah Rasul-Nya, maka jalan menuju ke sumber mata air itu, mestilah harus menemui terlebih dahulu “mata air” itu sendiri. Maka, ilmu syariat itu mestilah dapat mengantar seseorang mengenali Rasul-Nya, agar memperoleh petunjuk dan bimbingan kepada “sumber mata air” tersebut. Dengan kata lain, seluruh syariat itu mestilah mengikuti apa yang di sunnahkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Dalam pengertian inilah Al-quran seringkali menyebutkan bahwa “ketaatan kepada Rasulullah adalah bentuk ketaatan kepada-Nya”. Juga dikatakan bahwa “siapa yang menentang Rasul-Nya sama dengan menantang Allah SWT”.

Pada setiap pengikut Nabi SAW, mulanya melaksanakan syariat secara zhahir, dimulai dengan mengucapkan dua kalimasyahadat secara lisan sebagai ungkapan pernyataan kesediaan untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya, kemudian disusul dengan pembuktian atas pernyataan tersebut dengan pelaksanaan ibadah sholat, puasa, zakat, dan berhaji (bagi yang mampu). Semua itu mulanya masih secara Zahir dalam pelaksanaannya. Ibarat seseorang yang sedang berlatih, tentu lebih banyak keliru daripada benarnya, hingga ketekunan, kedisiplinan membawanya menjadi ahli. Semakin meningkat kemampuannya, maka kebutuhan akan hadirnya guru, pelatih yang memberikan bimbingan sesuai dengan kualifikasinya dibutuhkan. Latihan yang intens, meningkatkan potensi inderawi. Jika seluruh potensi inderawi telah “ahli”, misalnya potensi pendengaran, penglihatan, pengecapan, perabaan, rasa (dzauq) telah fungsional sesuai keahliannya, maka Allah tambahkan potensi sebagai bekal memasuki fase yang berdimensi bathiniah. Dikatakan misalnya bahwa Allah akan memberikan bashira atau pengaktifan penglihatan mata hati, guna mendukung mata kepala yang terbatas kemampuannya hanya untuk menerima pantulan cahaya. Pengaktifan mata hati atau “bashira” memberikan kemampuan untuk melihat hal-hal yang bersifat bathiniah, atau diistilahkan dengan “kasyaf”. Penglihatan dengan bashira atau “kasyaf” inilah yang bersifat quantum. Melalui kemampuan yang Allah berikan itu, seseorang dapat memahami, dengan mengenali bahkan melihat wujud-wujud yang tidak dapat disaksikan oleh panca inderawi.

Seseorang yang telah memasuki fase syariat yang bersifat quantum inilah yang dapat bertemu dengan Rasulullah (mata air), untuk selanjutnya meminum dari telaga ilmu beliau, atau al-kautsar, . Dengan demikian, syariat yang bersifat quantum tiada lain adalah kelanjutan atau tingkatan yang diraih setelah berhasil melalui syariat yang berdimensi empirik, dzahir atau kasat mata. Setelah menemukan “mata air” dan diberi minum dari telaga al-kautsar, proses trial and error kembali berlangsung pada diri seorang hamba, dibawah bimbingan Yang Mulia Paduka Kanjeng Nabi Muhammad SAW, dan atau para wali (pewaris beliau).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *