Oleh. Ahmad Himawan
Hajinews.id – Di dalam kitab Hidaayatu Assaalikin karya syeikh Abdussamad Al falimbani gurunya daripada Imam Nawawi al Bantani menjelaskan bahwa Ilmu yang wajib atau termasuk Fardhu ‘ain untuk dipelajari adalah Ilmu Tasawwuf, beliau mengutif daripada perkataan Seikh Imam As Syadzili qoddasallahu siirohu yang mengatakan bahwa “ barang siapa yang lalai dalam mempelajari ilmu tasawuf ini ia akan mati dalam keadan berdosa sedangkan ia tidak mengetahuinya”. Untuk itu setiap kita wajb mempelajari sampai mati dan tidak boleh puas dengan mencapai satu maqom saja.
Adapun Ilmu yang bermanfaat ( ilmu naafi’) menurut beliau adalah ilmu yang membawa kita kepada Ridha Allah dan membuat diri takut kepada Allah Swt, menjadikan diri menuju kepada ketaqwaan ( muttaqien) selain menghasilkan itu maka ilmu yang dipelajari atau didapat tidaklah akan bermafaat.
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertaqwa /muttaqien ( qs at Taubah: 4)
Tiga karekteristik penuntut Ilmu
- Orang yang belajar (menuntut Ilmu ) dengan niat untuk mendapatkan dunia (perbaikan ekonomi) maka ia termasuk orang yang jahat dan jika ia tidak taubat maka jika mati maka ia mati dalam keadaan maksiat.
- Orang yang belajar ( menuntut ilmu) dengan niat biar terkenal, selalu menang debat, diberi penguasa kedudukan agar bisa hidup dalam kemegahan dan kebesaran maka ia termasuk orang yang binasa.
- Orang yang belajar karena Allah agar takut dan di ridhaiNya maka ia termasuk karakter orang yang bertaqwa.
Berkaitan dengan poin no 2 muncul perdebatan dengan istilah ulama Syuu’, hal ini bukan bearti kita tidak boleh menjadi ulama Istana, sebab zaman dahulu juga para sultan banyak di dampingi penasehat agama (ulama), yang di maksud dengan ulama syuu’ jika ulama tersebut menjadikan jubah ilmu agamanya sebagai alat untuk mendapatkan dunia tadi.
Untuk itu seikh Abdul Shamad mengingatkan di awal kitabnya agar kembali kepada Niat.
Sesungguhnya segala sesuatu nilai pekerjaan tergantung dengan niat ( al hadist).
Adapun Ilmu yang Fardu ‘ain ( wajib ) untuk di pelajari, yaitu ilmu Tauhid ( Ushuludin) ilmu syariaat ( fiqh) dan ilmu bathin ( Tasawwuf) .
Seikh Abdul Samad senada dengan Hujjatul Islam Imam al Ghazali yang mengataan bahwa tidak ada dikotomi ilmu dalam Islam . Ilmu Islam dan Ilmu non Islam, atau ilmu agama dan non agama, semua Ilmu itu Islami dan dipelajari depngan niat untuk menambah ketaqwaan bukan untuk selain itu.
Waalhu ‘alamu bi ashowaab
(disarikan dari kajian kitab hidaayatu salikin, yang di lakukan oleh IPHI Kota Tangerang Selatan tiap hari Senin ba’da Maghrib di awali dengan pelajaran bahasa Arab).