Waduh! Mahfud MD dan Sri Mulyani Terancam Hukuman Penjara 4 Tahun Karena Ungkap Transaksi Janggal Rp 349 T

Waduh! Mahfud MD dan Sri Mulyani Terancam Hukuman Penjara 4 Tahun Karena Ungkap Transaksi Janggal Rp 349 T (ist)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Menko Polhukam Mahfud MD dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani terancam hukuman penjara selama empat tahun. Hal itu lantaran Mahfud MD dan Sri Mulyani dianggap telah membocorkan soal adanya transaksi janggal di Kemenkeu yang jumlahnya mencapai Rp 349 Triliun.

Persoalan tersebut diungkapkan oleh Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Arteria Dahlan mencecar Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana dalam Rapat Kerja (Raker) antara PPATK dengan Komisi III DPR RI di Komplek Parlemen Senayan, Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Selasa (21/3/2023).

Dalam kesempatan tersebut, Arteria menanyakan soal sosok yang membocorkan laporan hasil analisis (LHA) PPATK ke DPR, terutama mengenai transaksi Rp349 triliun.

“Bagiannya yang ngebocorin bukan Pak Ivan Yustiavandana kan? Yang memberitakan macem-macem bukan dari mulutnya Pak Ivan kan?,” tanya Arteria Dahlan kepada Ivan.

“Bukan-bukan,” balas Ivan cepat.

Mendengar jawaban Ivan, Arteria kemudian membacakan Pasal 11 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Saya bacakan Pasal 11 pak, ‘pejabat atau pegawai PPATK, penyidik atau penuntut umum, hakim dan setiap orang’, setiap orang itu termasuk juga menteri, termasuk juga Menko pak!,” tegas Arteria.

“‘Yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut Undang-undang ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut’,” lanjutnya.

Merujuk Pasal 11 UU Nomor 8 Tahun 2010, setiap orang yang membocorkan dokumen atau keterangan terkait TPPU ditegaskannya dapat dipidana empat tahun penjara.

“Sanksinya pak! Sanksinya, setiap orang itu dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Ini Undang-undangnya sama pak, ini serius,” tegasnya.

Pernyataannya tersebut merujuk pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD soal temuan transaksi mencurigakan Rp300 triliun di Kemenkeu periode 2009-2023 merupakan indikasi dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada Jumat (10/3/2023).

Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani pun telah memaparkan 300 surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada Senin (20/3/2023).

Surat tersebut terkait nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun yang dikirimkan kepada pihaknya pada 13 Maret 2023.

Berikut isi lengkap Pasal 11 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU :

Ayat (1)

Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan Setiap Orang yang memperoleh Dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut Undang-Undang ini wajib merahasiakan Dokumen atau keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut Undang-Undang ini.

Ayat (2)

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

Ayat (3)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, dan hakim jika dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Arteria Desak PPATK Serahkan Seluruh Laporan Hasil Analisis: TPPU Hilang, Jadi Duit

Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan meminta kepada Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana untuk memberikan seluruh laporan hasil analisis (LHA) PPATK ke DPR, terutama mengenai transaksi Rp349 triliun.

“Saya minta semua LHA atau permintaan TPPU (tindak pidana pencucian uang) yang diberikan kepada PPATK oleh penyidik polisi maupun jaksa, laporin ke DPR,” ucap Arteria Dahlan dikutip dari Antara.

Arteria Dahlan mengungkapkan kekhawatiran-nya terkait LHA milik PPATK yang disalahgunakan oleh lembaga atau kementerian tertentu ketika menegakkan hukum.

“Jangan semuanya TPPU-TPPU minta LHA. LHA-nya nggak dipakai, TPPU-nya hilang jadi duit,” ucap Arteria.

Ia memaparkan bagaimana laporan hasil analisis PPATK dapat disalahgunakan oleh aparat penegak hukum, yakni dengan melakukan praktik jual-beli.

Meskipun laporan hasil analisis PPATK belum mengikat secara hukum, laporan tersebut memiliki kemampuan untuk membuat seseorang merasa takut.

Untuk menghilangkan indikasi TPPU tersebut, Arteria mengatakan terdapat kemungkinan sosok yang terlibat untuk membayar pihak penyidik.

“LHA-nya dipakai jualan sama aparat penegak hukum. Sekarang, semua laporan, Pak, semuanya ujungnya plus TPPU. Mau hilangin TPPU-nya? Bayar,” ucapnya.

Permintaan selaras juga diucapkan oleh anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan. Hinca juga meminta kepada PPATK untuk memberikan laporan hasil analisis PPATK kepada DPR dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan.

“Saya, menggunakan hak saya melalui forum ini, meminta kepada PPATK, karena sudah gaduh ini, meminta laporan PPATK secara lengkap,” ucap Hinca.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku tak main-main soal transaksi ganjal Rp 300 T di Kemenkeu.

Untuk itu, Mahfud MD memastikan akan memenuhi undangan DPR RI untuk menjelaskan soal transaksi janggal tersebut,

Mahfud MD mengaku akan mendatangi kantor DPR RI pada hari  Jumat (24/3/2023).

“Jumat saya datang (ke DPR),” ujar Mahfud saat ditemui di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (21/3/2023).

Rencananya, pertemuan Mahfud dan DPR digelar pada Senin (20/3/2023).

Namun pertemuan itu batal. “Karena saya kan mau ke Papua hari ini. Tetapi tiba-tiba oleh presiden saya disuruh ke sini,” kata Mahfud.

Sebelumnya, Mahfud menyatakan siap buka-bukaan kepada DPR terkait dugaan transaksi janggal di lingkungan Kemenkeu.

“Saya siap memenuhi undangan DPR untuk menjelaskan dan menunjukkan daftar dugaan pencucian uang Rp 300 T di Kemenkeu. Masalah ini memang lebih fair dibuka di DPR. Saya tidak bercanda tentang ini,” kata Mahfud lewat akun Twitter-nya, @mohmahfudmd, dikutip pada Sabtu (18/3/2023).

Mahfud menyatakan, ia dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tidak mengubah pernyataan soal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Kemenkeu sejak 2009.

“Sejak tahun 2009 PPATK telah menyampaikan info intelijen keuangan ke Kemenkeu tentang dugaan pencucian uang sekitar Rp 300 T. Saya siap dengan data otentik yang akan ditunjukkan kepada DPR. Senin saya stand by, menunggu undangan,” ujar Mahfud.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad juga mengatakan rapat Komisi III DPR dengan Mahfud dipindah ke hari Jumat pekan ini.

Seharusnya, Komisi III DPR rapat dengan Mahfud terkait transaksi mencurigakan tersebut pada Senin (20/3/2023) siang.

Namun, rapat batal lantaran pimpinan DPR belum menandatangani surat untuk dikirim ke Mahfud.

“(Rapat dengan) PPATK besok. Dan Menko Polhukam rencananya Jumat. Sedangkan Rabu kami terpentok dengan Hari Raya Nyepi dan cuti bersama,” ujar Dasco saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (20/3/2023).

 

Penjelasan Sri Mulyani

Dugaan transaksi janggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang jumlahnya mencapai Rp 300 Triliun terus menjadi sorotan publik.

Hal itu tentu bukan suatu yang mustahil.

Pasalnya sudah ada bukti ketika pegawai pajak golongan III A, Gayus Halomoan Partahanan Tambunan dan direktur pemeriksaan dan penagihan (DP) Ditijen Pajak, Angin Prayitno Aji melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang jumlahnya mencapai Rp 16 Triliun hanya dari dua orang tersebut.

Kini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawatipun memberikan penjelasan terkait temuan transaksi janggal Rp 300 triliun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Kemenkeu.

“Saya ingin mengklarifikasikan karena berbagai informasi yang memang sudah sangat simpang siur,” kata dia, di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Senin (20/3/2023).

Bendahara negara menjelaskan, nilai transaksi janggal yang belakangan ramai dibicarakan bukan berarti nilai korupsi yang dilakukan oleh Kemenkeu, melainkan nilai total temuan PPATK terkait indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang datanya dikirimkan ke Kemenkeu sebagai salah satu penyidik tindak pidana asal pada periode 2009-2023.

Wanita yang akrab disapa Ani itu bilang, PPATK mengirimkan sekitar 300 surat terkait indikasi TPPU kepada Kemenkeu.

Adapun total nilai dari temuan tersebut mencapai sekitar Rp 349 triliun.

300 surat temuan PPATK yang dikirimkan ke Kemenkeu secara garis besar terbagi menjadi tiga, yakni temuan berkaitan dengan transaksi berbagai entitas non pegawai Kemenkeu, surat yang ditujukan ke aparat penegak hukum (APH), serta surat terkait indikasi TPPU yang melibatkan pegawai non Kemenkeu.

Jika dilihat berdasarkan nominalnya, surat berkaitan dengan transaksi terindikasi TPPU badan usaha atau perorangan non pegawai Kemenkeu menjadi temuan PPATK yang paling besar.

Sri Mulyani bilang, terdapat 65 surat berisi transaksi keuangan dari perusahaan atau badan usaha atau perseorangan yang tidak menyangkut pegawai Kemenkeu, dengan nilai indikasi TPPU mencapai Rp 253 triliun.

“Artinya PPATK menenggarai adanya transaksi dalam perekonomian, entah itu perdagangan, entah itu pergantian properti yang ditenggarai ada mencurigkan dan itu kemudian dikirim ke Kemenkeu supaya Kemenkeu bisa mem-follow up, menindaklanjuti sesuai tugas dan fungsi kita,” tuturnya.

Kemudian, 99 surat lainnya merupakan temuan PPATK yang dikirimkan kepada aparat penegak hukum (APH) dengan nilai transaksi Rp 74 triliun.

Lalu, terdapat 135 surat terkait transaksi mencurigakan yang berkaitan dengan pegawai Kemenkeu.

Meskipun jumlah surat dikirimkan paling banyak, nilai dari temuan kategori ini menjadi yang paling kecil, yakni sekitar Rp 22 triliun.

“Nilanya jauh lebih kecil, karena yang tadi Rp 253 triliun plus Rp 74 triliun itu sudah lebih dari Rp 300 triliun,” kata Sri Mulyani.

Sosok Angin Prayitno dan Gayus Tambunan, Eks Pegawai Pajak Lebih Dulu Punya Harta Janggal, Modusnya (Kolase Tribunsumsel.com)
Singgung Gayus dan Angin Prayitno

Terkait dengan temuan yang berkaitan dengan pegawai Kemenkeu, Sri Mulyani memastikan, pihaknya telah melakukan penindakan.

Pegawai yang ditemukan bersalah terkait temuan PPATK disebut telah dikenakan sanksi, terkena penurunan pangkat, hingga terkena hukuman penjara.

Salah satu contoh kasus yang sudah ditindaklanjuti oleh Kemenkeu ialah kasus pencucian uang dan korupsi pegawai pajak golongan III A, Gayus Halomoan Partahanan Tambunan.

Sri Mulyani bilang, nilai dari transaksi TPPU berkaitan dengan Gayus mencapai Rp 1,9 triliun.

Sri Mulyani juga menyinggung nama mantan direktur pemeriksaan dan penagihan (DP) Ditijen Pajak, Angin Prayitno Aji.

Nilai temuan indikasi TPPU yang melibatkan Angin jauh lebih besar dibanding Gayus, yakni sekitar Rp 14,8 triliun.

“Surat dari PPATK tersebut yang berkaitan dengan internal Kemenkeu, katakan lah oknum atau pegawai Kemenkeu. Dari mulai Gayus dulu disebutkan Gayus itu jumlahnya Rp 1,9 triliun sudah dipenajara. Kemudian ada lagi, saudara Angin Prayitno, itu disebutkan transaksinya Rp 14,8 triliun, itu juga sudah dipenjara,” tuturnya.

Komitmen penindakan terhadap temuan PPATK disebut Sri Mulyani akan terus berlanjut ke depannya.

Ia memastikan, Kemenkeu secara pro aktif meminta kepada PPATK menjalankan tugas menjaga keuangan negara, dengan cara mengirimkan surat temuan indikasi transaksi mencurigakan ke Kemenkeu.

“Apabila ada bukti baru lagi, adanya data baru kami akan teus menindaklanjuti, apakah berhubungan dengan pagawai Kemenkeu, atau tidak, dua-duanya sama,” ucapnya.

Sebagai informasi, penjelasan panjang disampaikan Kemenkeu, setelah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD mengaku bingung dengan pernyataan PPATK pada pekan lalu, yang menyebutkan, transaksi janggal senilai Rp 300 triliun di lingkungan Kemenkeu bukan TPPU dan juga korupsi.

“Lah, uang apa?” ujar Mahfud, lewat cuitannya, Jumat (17/3/2023).

Oleh karenanya, Mahfud pada Senin kemarin mengadakan pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *