ASPEK Bersuara Jelang Hari Raya Idul Fitri, Ojol hingga Kurir Ekspedisi Berharap THR

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mengatakan Tunjangan Hari Raya (THR) sangat dinanti pekerja atau buruh, khususnya mereka yang hendak mudik dan berbelanja kebutuhan lebaran.

THR yang merupakan hak pendapatan pekerja yang wajib diberikan pemberi kerja menjelang Hari Raya keagamaan itu sayangnya hanya bisa dinikmati oleh pekerja formal.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat, SE. pun mempertanyakan bagaimana dengan perkerja seperti driver online, ojek online dan para pekerja ekspedisi yang berstatus pekerja mitra (driver online), melalui keterangan tertulis yang diterima hajinews.id, Sabtu (8/4/2023).

Padahal, menurut Mirah, mereka sama-sama merayakan Hari Raya seperti masyarakat Indonesia pada umumnya.

“Lalu mereka minta THR pada siapa? Seharusnya Pemerintah bisa mencarikan solusi atas permasalahan yang terjadi setiap tahun, bukan hanya memberikan himbauan kepada perusahaan yang mempekerjakan pekerja mitra?” ungkap Mirah.

Dalam kondisi ekonomi yang kurang baik, kata Mirah, gelombang PHK terus terjadi membuat pekerja formal semakin berkurang.

“Lalu kemana pekerja formal yang terPHK..? Ternyata hasil penelitian mereka banyak beralih menjadi driver online, ojek online dan kurir ekspedisi yang berstatus mitra yang saat ini jumlahnya kurang lebih 4 juta orang,” lanjutnya.

Senada apa yang disampaikan Presiden ASPEK Indonesia, ketua umum Serikat Pekerja Platform Daring (SPPD) Herman Hermawan, yang berafiliasi kepada ASPEK Indonesia menanyakan ihwal nasib pekerja non formal.

“Kalau pekerja formal untuk merayakan Hari Raya mendapatkan THR, lalu pekerja seperti kami mendapatkan THR dari mana, apa lagi ‘narik’ sekarang lagi anyeb (sepi*red),” kata Herman.

Herman mengatakan, persoalan tersebut juga menjadi tanggungjawab pemerintah sebagai pemangku kebijakan, ia menginginkan supaya bukan hanya pekerja formal saja yang dibuatkan permenaker tentang THR akan tetapi para pekerja platform juga harus segera dibuat kan Permenaker agar memiliki payung hukum yang jelas.

“Kami ini pekerja yang sangat rentan. Hari ini kami narik kami punya uang, hari ini tidak narik kami tidak punya uang (no work no pay), apalagi dengan biaya potongan aplikasi yang sangat tidak manusiawi 20% + biaya pemesanan, bahkan sekarang ada argo Rp 20.000 tapi bersihnya ke driver hanya Rp 12.000. Faktor naiknya harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dari Rp. 7.000 menjadi Rp 10.000, biaya perawatan kendaraan dan angsuran kendaraan,” tuturnya.

“Dari tahun 2014 sejak ada nya Uber grab dan Gojek hingga kini 2023 kami belum juga memiliki payung hukum yang jelas, dimana peran Pemerintah selaku pemangku kebijakan. Hal ini tentu menjadi tanggung jawab Pemerintah,agar nilai Pancasila yaitu sila ke -5 bisa di implementasikan sesuai bunyi nya , yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”,” tutup Herman.

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *