Kultum 70: Kisah Islami yang Nyata dan Mengharukan

Berjihad di jalan Allah
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.id – Di dalam “Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah” di Markaz Ta’dzhim al-Qur’an di bawah pengawasan Syaikh  Imad Zuhair Hafidz, professor di fakultas al-Qur’an Universitas Islam Madinah dijelaskan sebagai berikut. Allah mengancam orang-orang yang tidak pergi berjihad bersama Rasulullah dan merasa berat untuk pergi. Kemudian Allah melanjutkan dengan perintah yang sangat tegas, dengan mewajibkan jihad bagi setiap orang, sehingga tidak ada alasan bagi siapapun untuk tidak ikut berjihad.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

ٱنفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَٰهِدُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُمْ

وَأَنفُسِكُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ

إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya:

Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui (QS.  At-Taubah, ayat 41).

Di dalam tafsir tersebut dijelaskan bahwa orang yang beriman harus pergi berjihad, baik dalam keadaan mudah ataupun sulit, masih muda maupun sudah tua. Berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa lebih berguna bagi orang beriman daripada duduk di rumah mencari keselamatan jiwa dan harta. Adapun dalam perkara agama, maka tidak ada kebahagiaan melainkan bagi orang yang menolong kebenaran dan menegakkan keadilan; sedangkan dalam perkara agama, maka tidak ada kemuliaan dan kejayaan bagi umat melainkan dengan kekuatan dan persiapan perang sebagai cara untuk melawan musuh.

Tafsir tersebut hampir senada dengan “Tafsir Al-Muyassar” Kementerian Agama Saudi Arabia. Demikian juga dengan “Tafsir Al-Mukhtashar”  Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Doktor Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram). Di sini dijelaskan bahwa berjihad dengan harta dan jiwa itu lebih bermanfaat bagi kehidupan dunia dan Akhirat dibanding duduk berpangku tangan dan mengharapkan keselamatan bagi harta dan jiwa kalian.

Sejalan dengan itu, ada sebuah riwayat yang dikisahkan oleh Abu Qudamah, seorang mujahid muda sebagai panglima perang ketika terjadi peperangan antara kaum Muslimin dengan kerajaan Romawi. Abu Qudamah sendiri adalah seorang panglima perang yang waktu itu berusia 42 tahun yang sangat mencintai jihad fii sabilillah.

Diceritakan oleh Abu Qudamah bahwa ada seorang mujahid muda yang memaksa untuk ikut berperang, walau Abu Qudamah melarangnya. Akhirnya Abu Qudamah mengijinkan dengan syarat mujahid muda itu harus berada di garis paling belakang untuk menyiapkan makanan bagi tentara, yang kebetulan waktu itu adalah bulan Ramadhan.

Ketika tiba waktunya untuk berbuka puasa, Abu Qudamah menghampiri mujahid muda itu, namun ternyata mujahid muda itu tertidur karena kelelahan. Abu Qudamah tidak tega untuk membangunkannya, terlebih lagi ketika ia melihat mujahid muda tersenyum semakin lebar dalam tidurnya.

Setelah mujahid muda itu bangun, Abu Qudamah ingin mengetahui mimpi apa yang menyebabkan mujahid muda tersenyum bahagia. Setelah dipaksa, akhirnya mujahid muda itu pun menceritakan mimpinya dengan syarat Abu Qudamah merahasiakan mimpinya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *