Bunga Utang Gagal Turun, Said Didu: Fakta Kereta Cepat Adalah Jebakan China Terbukti Sudah

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Eks Sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Muhammad Said Didi makin yakin, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) adalah jebakan utang.

Hal itu menyusul usai China menolak menurunkan bunga utang. Negeri Tirai Bambu itu bunga sebesar 4 persen. Tapi sementara Indonesia menginginkan 2 persen.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menteri Koordinator Bidang Ekonomi dan Investasi, Luhut Pandjaitan yang ditugaskan negosiasi pun gagal. Kesepakatannya mentok di 3,4 persen.

Kini, China meminta APBN sebagai jaminan utang. Padahal, sejak awal pemerintah menjanjikan proyek ini tidak akan menggunakan APBN.

“Pembengkakan anggaran, penolakan penurunan bunga pinjaman dari China, dan permintaan jaminan dari China agar pinjaman dijamin APBN,” ujar Didu memaparkan persoalan megaproyek ini, dikutip dari cuitannya, Rabu (12/4/2023).

Akumulasi dari sekua itu, katanya adalah bukti Indonesia masuk jebakan utang.

“Adalah fakta bahwa jebakan China pada Kereta Api cepat sudah terjadi,” ungkapnya.

Sebelumnya, Didu membeberkan dnam tahapan jebakan China di proyek KCJB. Itu disampaikan di cuitannya.

Dari awal, ia menyebut proyek ini memang sudah tak layak. Ia telah memastikannya dari dulu.

Hal itu kata dia, terindikasi dari pemerintah yang telah turun tangan mengurusi KCJB ini.

“Jadi berbagai cara untuk menyiksa rakyat, demi suksesnya proyek ini. Ini proyek jebakan, proyek jebakan China. Sekarang jebakan itu sudah jadi,” jelasnya.

Ia menjelaskan, jebakan dimaksud dilakukan dengan enam tahap. Pertama memberi tawaran pengerjaan proyek lebih murah dari Jepang. Setelah itu Indonesia memberikan proyek KBCB ke China.

Ketiga, China meminta jaminan pemerintah Indonesia. Belakangan, keempat, harga dinaikkan berkali-kali, lalu akhirnya pemerintah mendanai dengan APBN lewat PMN.

Saat ini kata dia, keempat, pemerintah minta utang ke China dengan jumlah fantastis.

“Pemerintah dulu meminta China menjadi pemilik saham mayoritas. Tapi tidak mau. Itu menunjukkan dua hal, satu bahwa memang proyek ini tidak layak, dua China memang hanya mencari pelaksanaan keuntungan dari proyek,” terangnya.

 

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *