Pandangan Buya Hamka Soal Kewajiban Puasa Ramadan Bagi Kuli, Buruh dan Pekerja Kasar

Soal Kewajiban Puasa Ramadan Bagi Kuli
Buya Hamka
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Bagaimana dengan Rukhsah Para Buruh Kasar dan Kuli?

Pada kasus tertentu, pengambil rukhsah boleh membayar fidyah tanpa harus meng-qadha. Misalnya pada ibu hamil atau ibu menyusui.

Buya Hamka lalu mengutip riwayat Ibnu Jarir dan ad-Daruqthni bahwa lbnu Abbas Ra pernah berkata kepada ibu anak-anak yang sedang hamil atau menyusukan, bahwa dalam keadaan demikian dia telah termasuk orang yang berat memikul puasa, sebab itu dia pun biarlah memberi makan fakir-miskin (fidyah) saja, tidak usah qadha. Yang mengqadha hanyalah orang yang haidh. Orang nifas pun kalau anaknya tidak disusukannya sendiri, atau mati sesudah lahir.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Di luar musafir, orang sakit, hamil, dan menyusui, soal rukhsah kerap ditanyakan oleh orang yang sudah berusia lanjut atau sakit parah hingga para pekerja kasar/kuli yang harus bekerja berat di waktu-waktu ibadah puasa. Buya Hamka berpendapat mereka boleh membayar fidyah tanpa qadha.

Pada masalah ini, Buya Hamka mengutip penjelasan Muhammad Abduh bahwa rukhsah bagi mereka dibolehkan dengan memisalkan kasus pada ibu hamil dan menyusui di atas.

“Di zaman moden sekarang ini, Syaikh Muhammad Abduh pernah menanyakan pendapat bahwasanya buruh-buruh yang bekerja keras siang dan malam pada pertambangan dengan secara aplusan pun boleh membayar fidyah, tidak qadha.

Sebab ada di antara mereka yang masuk kerja tengah malam, baru keluar besoknya tengah hari. Dan ada yang sehari, malam baru pulang. Ada yang semalam, pagi baru pulang. Mungkin termasuk juga di sini buruh-buruh kapal, kelasi-kelasi dan lain-lain seumpama itu. Orang kapal itu bukan saja musafir saja lagi, bahkan di kapal itulah mata hidup mereka sejak muda, lalu tua sampai pensiun. Kalau sudah pensiun baru disuruh mengqadha, alangkah banyaknya mesti diqadha.

Kelak saja kalau ada masa mereka cuti bertepatan dengan bulan Ramadan, mereka puasakan sebulan penuh di rumah. Keterangan Ustaz Imam Syaikh Muhammad Abduh tadi amat penting kita perhatikan. Sebab di dalam Kitab-kitab Fiqh yang lama hal ini tidak akan terdapat.

Sebab pada masa dahulu itu belum ada kehidupan industrilisasi sebagai sekarang, belum ada tukang arang di dalam kapal, yang selalu mesti memanaskan uap dengan memasukkan batu bara yang baru, dan belum ada buruh pekerja tambang. Padahal agama kita dipakai terus. Betapapun hebatnya perubahan zaman. Dan bahwa berijtihad itu tidak akan putus-putus selama-lamanya, sebab inipun memenuhi pendirian ulama-ulama modern yang mengatakan bahwa berijtihad itu tidak akan putus-putus selama-lamanya. Sebab soal-soal baru akan tetap timbul yang wajib diselesaikan oleh ulama-ulama yang disebut ikutan ummat.”

banner 800x800