Kultum 80: Ketika Islam Menjadi Adidaya

Ketika Islam Menjadi Adidaya
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.id – Menurut berbagai sumber sejarah, kekuasaan Islam di Andalusia (Spanyol) yang mulanya kuat dan gemilang akhirnya harus tergelincir ke dalam perpecahan. Dinasti Umayyah yang mulanya kuat, harus tercerai berai menjadi beberapa bagian (yang disebut dengan Muluk Ath-Thawaif; Raja-raja kecil). Keadaan demikian ditambah dengan pertikaian antara mereka yang mengakibatkan kaum Muslimiin menjadi semakin lemah.

Jadi secara politis bisa dikatakan bahwa kondisi itu adalah “pertikaian antar ras, walau sesama Muslim”. Pusat-pusat kesultanan Islam di Andalusia akahirnya tersebar di Toledo, Valencia, Merida, Cordoba, Almeria, Sevilla, dan Granada. Selanjutnya, satu persatu-satu kerajaan itu runtuh dan hanya menyisakan Kesultanan Granada. Kerajaan itupun sebenarnya sudah berada di ujung tanduk akibat konflik internal keluarga Bani Ahmar yang sedang berkuasa.

(Salah satu) Raja yang sedang berkuasa di kerajaan Granada ini sedang mengalami kemunduran. Konon karena dia abai terhadap pertahanan dan ancaman kerajaan Nasrani. Di samping itu, ia juga lalim terhadap rakyatnya dengan mewajibkan pungutan di berbagai pasar, bahkan menyalahgunakan harta negara, korupsi, serta kikir.

Semua itu diakhiri dengan moment penyerahan kunci Istana Al-Hamra oleh Sultan Muhammad As-Shaghir kepada Raja Ferdinand dan Isabella pada awal Januari 1492M, sebagai tanda berakhirnya kekuasaan Islam di Spanyol. Hal ini juga berarti bahwa secara politik Islam sama sekali tidak memiliki hak terhadap Spanyol. Tidak cukup sampai di situ. Proses penyerahan kekuasaan itu bahkan merupakan awal dari sejarah kelam kaum Muslimin di Andalusia (Spanyol).

Selain itu, Piagam Granada yang diharapkan dapat memberikan kebebasan beragama bagi kaum Muslimin rupanya tidak berumur panjang. Pada tahun 1502 umat Islam diberi dua pilihan; menjadi Kristen atau pergi meninggalkan bumi Spanyol. Artinya, menetap di Spanyol dengan tetap Bergama agama Islam sama dengan bunuh diri.

Tidak sedikit kaum Muslimin yang memilih meninggalkan Spanyol, namun banyak pula yang memilih pindah agama secara dhohir, namun tetap beribadah secara Islami dengan sembunyi-sembunyi. Mereka inilah yang kemudian dikenal sebagai kaum Moriscos.

Seiring berjalannya waktu, keberadaan kaum Moriscos dianggap sebagai sebuah ancaman. Akibatnya, selama 50 tahun (1508-1567) dibuatlah sejumlah peraturan yang melarang segala hal yang berbau Islam, termasuk dalam hal pakaian maupun nama. Penggunaan bahasa Arab dirarang, dan anak-anak kaum Muslimin dipaksa untuk menerima pendidikan dari para pendeta Kristen.

Semua itu berpuncak pada diusirnya (kaum Muslimin) Moriscos sekitar 300.000 dari Spanyol oleh Raja Philip III antara tahun 1609-1614. Inilah titik kulminasi pahitnya sejarah kejayaan Islam di Spanyol. Kejadian di Spanyol ini hendak dibalas oleh khalifah Utsman (Ottoman) yang berada di Turki.

Begitu mendengar penyiksaan yang dilakukan penguasa Spanyol terhadap kaum Muslimin, Sultan Salim I menjadi sangat marah. Dia mengeluarkan dekrit berisi perintah kepada seluruh penganut Yahudi dan Nasrani yang berada dibawah kekuasaannya untuk memilih satu dari dua opsi: menetap di Turki dengan menjadi Islam atau keluar dari tanah kekhalifahan.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *