Kultum 87: Surah Ali Imran dan Adzan Subuh yang Menggugah sang Pendeta

Surah Ali Imran dan Adzan Subuh
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.id – Di samping sebagai hak prerogatifnya Allah, hidayah bisa datang dari mana saja dan kapan saja. Bukan hanya sampai di situ. Bahkan untuk orang yang sangat kuat keyakinannya dalam kekafiran, kalau Allah Subhanahu wata’ala menghendaki, maka jadilah ia sebagaimana dikehendaki Allah.

Sebelum mengubah namanya menjadi Rohmat Hidayat, pendeta ini memiliki nama Pendeta Mathius. Kiyai Rohmat mengisahkan asal muasal bagaimana beliau akhirnya menjadi seorang mualaf. Sebelum memeluk Islam, beliau merupakan seorang pendeta dan misionaris yang kegiatan pokoknya adalah membangun gereja, rumah sakit, hingga menolong umat lain agar mengikuti keyakinannya.

Suatu saat menjelang fajar, pendeta Mathius mendengar Adzan subuh. Kala itu Pendeta Mathius merasa aneh, mengapa suara dan bunyi Adzan subuh terasa aneh karena ada tambahan kalimat “Ash-shalaatu khairum minan-nauum”. Merasa begitu penasaran, maka beliau memberanikan diri bertanya kepada seorang ustadz di salah satu kota di Jawa Barat. Beliau bertanya, “Mengapa suara Adzan subuh terasa aneh dan ada tambahan, “Ash-shalaatu khairum minan-nauum”.

Ustadz itu memberikan jawaban, “Lebih baik shalat daripada tidur”. Pada poin ini, pendeta Mathius belum mendapati rasa simpati terhadap Islam. Sebaliknya, bencinya kepada Islam semakin besar. Beliau masih merasa aneh karena orang Islam rela meninggalkan tidurnya demi beribadah di pagi buta.

Sang ustadz kemudian memberikan sebuah Al-Qur’an dengan terjemahan kepada pendeta Mathius. Sang ustadz berkata, “Ini al-Qur’an untuk bapak pendeta kalau memerlukan. Tapi kalau tidak, tolong kembalikan”. Ketika itu pendeta Mathius tetap menerimanya dan membawanya ke kontrakan yang ditinggalinya.

Sebelum beliau membuka Al-Qur’an yang diberikan ustadz itu, pendeta Mathius menunjukkan al-Qur’an itu kepada para anggotanya. Lalu mereka menertawakan al-Qur’an yang sedang dibawa dan dipegang oleh pendeta Mathius. Tapi pendeta Mathius tetap ingin membuka dan membacanya, meskipun saat itu beliau belum bisa membaca tulisan Arab dan hanya memahami dari makna di setiap ayat yang ada di dalam al_Qur’an.

Ketika hendak membuka al-Qur’an, beliau ragu-ragu dan bingung, dari mana beliau harus memulai. Pendeta Mathius pun berdoa kepada Tuhannya agar dibukakan mata telinga dan hati untuk membuka al-Qur’an. Pada saat membuka, lembaran pertama yang dibukanya adalah Surah Ali Imran. Mata sang pendeta tertuju pada ayat 85 dan 102, mengapa hanya ayat tersebut yang ditandai dengan warna merah. Keheranan itupun akhirnya berlalu begitu saja, tidak berlanjut.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *