Hikmah Malam: Kesejahteraan Keluarga dalam Melawan Bahaya Pornografi terhadap Anak dan Remaja

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Maria A Alcaff

Masih ingat kasus tentang ratusan orang siswi SMP/SMA hamil di luar nikah yang terjadi di Ponorogo, Jawa Timur, awal tahun 2023 ini?
Dampak kasus ini bukan hanya berpengaruh pada proses belajar siswi-siswi tersebut, tetapi juga pada tingginya angka pernikahan dini. (iainponorogo.ac.id, 16 Januari 2023)

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Begitu pula kondisi remaja di Jawa Tengah, ribuan remaja hamil di luar nikah, dan tercatat ada 11.392 pasangan terpaksa dispensasi pernikahan. (Tribun Jateng, 30 Januari 2023).

Faktor ekonomi, keharmonisan keluarga, pendampingan orangtua, perceraian adalah problematika sosial yang akhirnya menjadi “lingkungan tempat bertumbuh” anak.
Mereka akhirnya “mencari dunianya sendiri” dalam segala keterbatasan (usia, pendidikan, pengalaman) sehingga terperosok pada pergaulan yang mereka jalani kemudian.

Salah satu sebab yang menarik untuk dilihat adalah karena sedikitnya pendampingan orangtua pada anak usia remaja.
Ada beberapa penyebab kurangnya pendampingan orangtua ini, antara lain hal-hal yang penulis anggap penting untuk diperhatikan.
Anak-anak dan remaja yang para orgtuanya harus bekerja merantau misal sebagai TKI/TKW (bekerja dalam kontrak 2-3 tahun tanpa bisa cuti pulang) membuat peliknya problematika sosial. Anak-anak ini dititipkan pada kakek neneknya yang mungkin pengawasannya tidak maksimal.
Selain karena kondisi fisik kakek-nenek untuk menjaga anak-anak yang beranjak remaja, “para lansia” inipun tidak memiliki latar belakang budaya yang sama dengan remaja saat ini.
Lansia yang mungkin tidak memahami peralatan digital atau gadget, yang menjadi jembatan komunikasi dan informasi paling aktif yang digunakan remaja saat ini.

Orangtua yang bekerja jauh sebagai TKI/TKW karena di negara sendiri “tidak lolos” mendapatkan lapangan pekerjaan, sementara tuntutan ekonomi terus ada, di satu sisi, di sisi lain, pasangan suami istri yang terpisah bekerja jauh di rantau, berakibat pd tingginya juga angka perceraian.
Potret ketidakharmonisan dalam keluarga bisa mengguncang mental anak yang tidak siap dengan perpecahan. Mereka akan dihadapkan memilih hidup bersama Ibu atau Bapak, atau bahkan dititipkan kepada kakek-nenek menjadi gambar buram yang belum bisa diterjemahkan oleh anak-anak.

Sementara kemajuan teknologi memang memiliki sisi positif. Namun juga berefek negatif pada pergaulan anak. Anak bisa bebas mengakses informasi maupun situs-situs yang mengarahkan pada pergaulan bebas.
Di sinilah dampak itu menjadi kontribusi bagi terperosoknya anak dan remaja karena pengarug situs pornografi.
Terbukti, Indonesia menjadi pengakses situs porno terbesar ketiga di dunia. (Kominfo, Antra News, April 2015).

Pornografi bisa menjadi ancaman bagi remaja karena terdapat banyak dampak negatif yang bisa ditimbulkan. Mulai dari kerusakan sel-sel otak, gangguan emosi dan mental, hingga kehilangan masa depan.

Lalu dari mana kita merunut benang kusut ini?
Tentu saja pendampingan orangtua terhadap anak di usia-usia rawan bukan satu-satunya penyebab.
Betul, untuk mengatasi masalah ini, peran orangtua atau orang-orang terdekat sangat penting, antara lain:
1. Memberikan pondasi agama berisikan pengetahuan tentang haq dan batil,
2. Memberikan pendidikan seks secara dini, memperkenalkan organ-organ reproduksi serta fungsinya secara sederhana, mana yang boleh atau tidak boleh disentuh,
3. Memberikan ruang besar dan intens untuk komunikasi dalam keluarga agar terkondisikan hubungan yang akrab penuh perhatian, tidak merasa kesepian dan terhindar dari aktivitas-aktivitas negatif atau “quality time”,
4. Pengawasan atas penggunaan sarana digital atau gadget yang berlebihan, agar terhindar dari situs-situs porno.

Ya, betul. Upaya-upaya ini memang harus dilakukan oleh orangtua dan pihak-pihak terkait lainnya yang bertanggung jawab.
Dan hal ini, menurut penulis bisa dilakukan oleh para orangtua di perkotaan yang teredukasi, yang tidak memiliki masalah kesulitan ekonomi.

Bukan berarti penulis beranggapan bahwa para orangtua di daerah atau di pelosok tidak teredukasi atau masuk dalam ekonomi rendah, tapi ini menjadi masalah pelik yang ikut menjadikannya bagai benang kusut.

Bagaimana orangtua bisa “mempunyai banyak waktu” menerapkan setidaknya 4 upaya di atas, sementara orangtua-orangtua ini memilih “mengorbankan waktunya” untuk berjibaku membuat keluarganya bisa makan hari ini dan bisa memikirkan untuk makan esok hari.

Bukankah perekonomian Indonesia belakangan ini merosot drastis?
Adanya pandemi, lock down, menutup waktu-waktu operasional lapangan pekerjaan, baik sektor formal maupun informal, membatasi ruang gerak sosial, hingga PHK massal terjadi. Selain para orangtua yang memang sudah bekerja jauh merantau meninggalkan keluarga untuk mencari penghasilan lebih tinggi karena tidak tersedianya di negeri sendiri.
Bukankah harga-harga melambung tinggi, kelangkaan pangan, naiknya tagihan-tagihan seperti listrik, pajak hingga BBM sudah menjadikan rumah tangga “setengah kiamat”?

Di tengah kekalutan dan rasa depresi, maka anak dan remaja memilih menghabiskan waktunya bersama teman-temannya yang pada akhirnya sama-sama terperosok.

Penulis beranggapan, pentingnya kesejahteraan keluarga. Keluarga yang sejahtera, yang telah selesai dengan kebutuhan-kebutuhan dasarnya seperti pangan, sandang dan papan, maka di level kebutuhan pemenuhan rasa kasih sayang, keamanan, penghargaan serta aktualisasi diri menjadi target positif untuk diperjuangkan suatu keluarga.

Jadi penting sekali menurut penulis, lagi-lagi perbaikan ekonomi menjadi masalah penting untuk dilakukan sesegera mungkin. Baik di sektor formal maupun informal, baik di tingkat pusat maupun daerah hingga ke pelosok.

Karena keberhasilan dalam penataan ekonomi bukan semata membuat perut kenyang.
Namun orang akan lebih waras berpikir jika tidak dalam keadaan lapar.

Izinkan penulis menutup tulisan ini dengan mengingatkan pada penyelanggara pemerintahan lewat kutipan Al Quran surah An Nisaa ayat 9, yang berbunyi
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka”.
Wallahu a’lam bishshawab.

Jakarta, 5 Mei 2023.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *