Apakah Nasdem “ Menyerah”?

Apakah Nasdem “ Menyerah”?
Surya Paloh
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



By : Chazali H. Situmorang, Dosen FISIP UNAS/Pemerhati Kebijakan Publik.

Hajinews.id – Perlakuan Presiden Jokowi terhadap Nasdem, dengan tidak mengajak Surya Paloh Ketua Umum Partai Nasdem bersama dengan 6 Partai Pemerintah untuk berkumpul di Istana Merdeka tanggal 2 Mei 2023 yang lalu merupakan bukti nyata bahwa Presiden Jokowi tidak lagi menganggap teman seiring dan sejalan dalam menjalankan politik Jokowi untuk Pemilu 2024.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Presiden Jokowi menjelaskan kepada wartawan, kenapa tidak mengundang SP (Surya Paloh). Dengan santai Jokowi menyatakan Partai Nasdem sudah punya koalisi sendiri. Koalisi yang berbeda dengan koalisi 6 partai pemerintah.

Koalisi 6 partai pemerintah bersepakat mengusung 2 calon Presiden yaitu Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Hanya Partai Nasdem yang masuk partai pendukung pemerintah, yang mempunyai pilihan Capres berbeda yaitu Anies Baswedan, bersama dengan 2 partai tidak pendukung pemerintah Demokrat dan PKS. Mereka menyebutnya Koalisi Perubahan.

Namun demikian sikap Partai Nasdem tetap kukuh mendukung dan menghantarkan Presiden Jokowi menyelenggarakan tugas pemerintahan sampai akhir periode tahun 2024, merupakan bentuk kesatrianya seorang Ketua Umum, dan juga karena masih berkeinginan 3 menterinya tetap duduk di Kabinet Jokowi. Suatu pertimbangan politik yang sering anomali dengan akal sehat umumnya.

Memang kontrak politiknya seperti itu. Tidak ada kontrak politik bahwa Nasdem akan sepakat dengan Presiden Jokowi terkait siapa calon Presiden sebagai pengganti Jokowi.

Sikap Jokowi yang punya keinginan untuk mendukung Ganjar dan Prabowo, dan tidak menyukai Anies Baswedan dan bahkan ada upaya untuk “menjegal” Anies, merupakan manuver politik yang mengacaukan peran dan tanggung jawabnya sebagai Presiden RI yang harus menerapkan politik negara, yang harus berada diatas kepentingan semua partai politik.

Sikap politik Presiden Jokowi tidak boleh diatas dan mengalahkan tugas dan tanggungjawab Presiden sebagai negarawan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yang diamanatkan dalam Konstitusi.

Presiden Jokowi tidak etis dan tidak elok menempatkan diri sebagai inisiator bahkan mengundang sebagian Ketua Partai dan tidak mengundang sebagian Ketua Partai lainnya ke Istana Merdeka, dalam kapasitasnya sebagai Presiden. Presiden sudah menanamkan “perasaan” pilih kasih, diskriminatif, dan mencederai persatuan dan kesatuan bangsa.

Presiden pemimpin negara

Presiden sebagai pemimpin negara adalah benar dan sesuai Konstitusi. Pejabat tertinggi mengurus roda pemerintahan dan pejabat tinggi dalam mengurus negara.

Tetapi Presiden Jokowi merupakan pejabat politik sebagaimana disampaikan kepada para wartawan, apakah benar? Sebagai anggota partai PDIP benar sebagaimana dikatakan Ketua Umum PDIP Megawati bahwa Pak Jokowi petugas partai yang diusung menjadi Presiden.

Dalam struktur kepengurusan PDIP, sepanjang yang diketahui tidak ada data yang mencantumkan Jokowi sebagai pengurus partai pada level manapun, apalagi sebagai pejabat partai.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *