Tidak ada tanda Tika mengeluh. Dia berangkat. Dia hanya bertanya apakah masih memadai ke desa yang begitu jauh.
“Setidaknya, di sepanjang perjalanan, Anda bisa menghitung ada berapa ratus kubangan menuju rumah Bima,” kata saya.
Maka pukul 09.10, Minggu pagi, Tika berangkat dari rumahnya. Dia naik sepeda motor milik sendiri. Bukan milik kantor. Tidak ada lagi media yang memberi kendaraan pada reporternya.
Jerih payah Tika membuahkan hasil.
Dia ternyata bisa bertemu keluarga Bima.
Lengkap.
Kakaknya, ibunya dan akhirnya ayahnya. Rupanya semua lubang di sepanjang jalan ikut mendoakan Tika.
Malam itu juga Tika sudah kirim tulisan. “Tulisan Anda bagus,” komentar yang saya kirim ke HP Tika.
“Sebenarnya saya wartawan TV. Tapi kadang membantu menulis di Radar Lampung Tengah. Kantornya jadi satu,” jawab Tika.
Hasil wawancara Tika itu sudah saya tulis di Disway kemarin. Hari ini saya menurunkan tulisan Tika, khusus mengenai lubang-lubang dajjal di sepanjang jalan itu. Saya juga menyertakan foto-foto yang dibuat Tika. (Dahlan Iskan)