All Jokowi’s Men dan Upaya Sistematis Menjegal Anies

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Muhammad Maruf, Kepala Riset CNBC Indonesia

Hajinews.id – Ibaratkanlah calon-calon presiden pada Pemilihan Presiden pada 2024 sebagai produk, maka Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto adalah satu produk yang sama dengan merek yang berbeda. Satu lagi, Anies Rasyid Baswedan adalah produk yang berbeda dengan merek yang berbeda pula.

Produk yang sama itu berlabel All Jokowi’s Men, orang-orang yang tampaknya direstui menjadi pilihan Presiden Joko Widodo untuk meneruskan estafet kepemimpinan 2024. Keduanya adalah sintesa Jokowi, walaupun dalam hal ini Ganjar lebih diuntungkan karena mereknya (baca PDI Perjuangan) adalah partai penguasa yang sama, mengusung Jokowi sebagai presiden pada 2014 dan 2019.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sementara itu, Prabowo adalah bekas rival dua kali Pilpres Jokowi yang kemudian mau dijadikan pembantu presiden. Tentu pilihan utama Jokowi adalah Ganjar yang sangat kentara di endorsenya karena memang satu partai, sementara Prabowo adalah ban serep yang oke saja bila rupanya mampu mengalahkan Ganjar meskipun ia diajukan Partai Gerindra.

Pada mulanya, Anies pun demikian. Berbekal catatan sebagai jubir pemenangan Jokowi pada Pilpres 2019, ia berulang kali mengemukakan bahwa ia adalah juga akan meneruskan kebijakan Jokowi bila terpilih kelak. Anies bahkan pernah berjanji apabila menang, proyek mercusuar Jokowi, Ibukota Nusantara (IKN) di Kalimantan akan diteruskan. Dengan diplomatis dia mengatakan, “IKN sudah jadi UU. Dan kita semua ketika dilantik tugas apapun sumpahnya melaksanakan UU,” kata Anies di Kantor DPP Demokrat, seperti dikutip dari CNN Indonesia Kamis (2/3).

Dengan tingkat kepuasan kinerja hingga 82% berdasarkan survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada April 2023-tertinggi sejak Jokowi naik tahta pada 2014, sangat masuk akal semua capres ingin mimikri dengan Jokowi. Restu Jokowi amat menentukan, karena orang yang dipilihnya besar kemungkinan akan meraup limpahan suara pendukung pada dua pilpres sebelumnya. Maka tak salah Menteri Investasi Bahlil Lahadalia pernah menyatakan capres yang ingin menang harus baik-baik ke Jokowi.

Hanya saja sintesa itu sebenarnya menafikan fakta sejarah pilpres sejak reformasi. Secara politis, semua presiden yang terpilih adalah antitesa presiden sebelumnya. Abdurrahman Wahid atau Gusdur adalah aktivis pro-demokrasi musuh Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono adalah antitesa Megawati dimana sampai sekarang keduanya tak saling sapa, dan dalam dua kali pilpres Jokowi adalah antitesa SBY dimana Partai Demokrat menaruh pilihan Hatta Rajasa, aliansi keluarga (besan) pada pilpres 2014 dan bahkan pada 2019 pun demikian kembali berpihak pada Prabowo-Sandiaga.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *