Oleh karena itu tidak aneh jika disemua partai politik ada alumni HMI. Alumni HMI tidak mungkin dikotakkan dalam satu wadah partai politik.
Kecenderungan politik HMI menjadi berbeda dengan ormas mahasiswa lainnya yang mempunyai kecenderungan aspirasi politik tertentu.
Meskipun ada capres berlatar belakang kader HMI seperti Anies Baswedan, faktanya hal itu tidak membuat alumni HMI dengan serta merta mendukung Anies.
Bahkan alumni HMI yang tidak berpartai pun, yang tidak terikat dengan keputusan partai, alumni HMI tidak serta merta mendukung Anies Baswedan.
Namun demikian, dari sekitar 25 Grup WA (GWA) alumni HMI yang saya ada didalamnya, nampaknya anggota GWA alumni HMI mayoritas mendukung Anies Baswedan.
Alasan mendukung Anies, rata rata bukan karena analisa kemungkinan menang atau kalah, atau Anies nampak lebih salih dibanding calon lain.
Tetapi lebih pada alasan rasional berdasar track record, kejujuran dan kemampuan mengartikulasikan gagasan.
Ya itu logis saja, karena alumni HMI dalam masyarakat adalah kelompok menengah yang tercerahkan namun banyak tuntutan, yang mencari jawaban atas pemahaman masalah bangsa dari capres berdasar track record, kejujuran dan keunggulan dalam menarasikan gagasan perbaikan dan kemajuan.
Dalam hal itu nampak Anies unggul jauh dibanding Prabowo dan Ganjar yang hampir tidak nampak narasinya. Ganjar bahkan dalam hal itu dinilai paling lemah. Sedang track record dan narasi Anies bahkan bisa dilacak sejak masih pelajar, mahasiswa, ketika menjadi dosen dan ketika menjadi menteri maupun Gubernur.
Namun karena alumni HMI berada dalam kelompok menengah, mereka dalam menentukan sikap pilihannya lebih ditentukan sikap kemandirinnya, sehingga sulit diorganisasikan.
Jangan harap ada semacam organisasi relawan yang semata-mata mengorganisasikan alumni HMI untuk tujuan pilpres.