Pemilu Turki, Pemilih Muda, dan Persoalan yang Belum Selesai

Pemilu Turki
Pemilu Turki
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Dengan sikap-sikap itu, hasil pemilu Turki kali ini akan menentukan arah diskursus identitas yang belum selesai tersebut. Bila petahana yang menang, diskursus imigran akan terus berkembang di samping isu kesejahteraan masyarakat Turki. Petahana mesti meyakinkan masyarakat Turki bahwa keterbukaan terhadap kaum imigran linear dengan kesejahteraan domestik.

Sebaliknya, bila koalisi oposisi yang menang, arah diskursus identitas akan berkembang pada profil politik luar negeri mereka terhadap penanganan imigran. Meski ada kecenderungan negara-negara Barat lebih menyukai Kilicdaroglu, negara-negara Eropa menyukai kebijakan imigran Erdogan yang menjadikan Turki sebagai melting-pot para imigran. Kilicdaroglu pun ditantang untuk dapat tetap memainkan politik luar negeri yang sukses dibawa Erdogan ke dunia internasional.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sikap-sikap keterbukaan terhadap demokrasi tampak hanya instrumentalistik ketika dihadapkan pada isu identitas. Tiap-tiap kandidat tidak menunjukkan keterbukaan autentik yang merangkul semua kalangan di Turki yang plural. Ini menjadikan pemilu Turki benar-benar merepresentasikan pemeo politik bahwa tidak ada lawan-kawan yang autentik, melainkan kepentingan.

Bila selama satu abad ini masyarakat Turki dapat keluar dari pemaknaan sekularisme yang tidak lagi menjadi anatema dan dapat dikatakan telah selesai dimaknai secara lunak, identitas keturkian masih akan belum selesai setidaknya memasuki abad kedua Turki. Ini yang akan menjadi tantangan para pemimpin Turki selanjutnya untuk menyelesaikan persoalan identitas keturkian.

Pada pemilu kali ini, kita tidak dapat mengharapkan persoalan itu selesai melihat sikap-sikap para kandidat yang ada. Meskipun dengan identitas keturkian itu masyarakat Turki menjadi kuat di tengah geopolitik konflik yang mengelilinginya, para kandidat perlu meletakkannya pada isu-isu globalisasi.

Pada dua dekade lebih pemerintahannya, Erdogan telah menempatkan Turki pada ekonomi neoliberal yang terbuka. Ia tidak mengambil kebijakan ekonomi dari mentornya, Necmattin Erbakan, yang cenderung tertutup dan mengedepankan proteksi borjuasi lokal. Erdogan lebih berani terbuka, mendorong borjuasi-borjuasi lokal ekspansi ke masyarakat internasional.

Sikap itu menempatkan Turki pada posisi tawar global yang lebih kuat dan menjadikan industri-industri berekspansi dalam skala global, baik industri manufaktur maupun kebudayaan. Ini yang membuat Turki lebih terlihat humble dalam identitas dan berwibawa di mata internasional. Namun, sayangnya ia masih defensif ketika berbicara isu Kurdi.

Persoalan identitas ini dapat selesai bila para kandidat pemimpin di Turki meredefinisi nasionalisme mereka menjadi lebih terbuka, dan tidak selalu dibenturkan dengan kesejahteraan. Pemilu kali ini penting untuk menyelesaikan masalah identitas yang belum selesai itu.

Sumber: mediaindonesia

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *