Disway: Zaytun Gantar

Zaytun Gantar
Dahlan Iskan berbincang dengan Presiden Santri Al Zaytun yang tahun ini santriwati.--
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dahlan Iskan

Hajinews.idSYEKH Panji Gumilang punya banyak pilihan lokasi calon pesantren yang didirikannya. Ia pernah ke Sukabumi. Cari tanah luas di sana. Dapat. Pemilik tanah minta ikut memimpin pesantren.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Panji tidak mau. Gagal.

Lalu ke Banyuwangi. Tidak menemukan tanah luas. Lokasi yang ia incar sudah dikuasai keluarga Cendana. Lalu ke Lampung. Juga gagal.

Mencari lagi ke Subang. Dapat. Tapi harga tanahnya tiba-tiba naik. Ia kalah bersaing dengan industri: tanah itu juga diincar Sinivasan. Jadilah lokasi itu pabrik Texmaco.

Panji terus ke timur. Pakai mobil Panther model jip. Yang rodanya sudah diubah menjadi mobil off road. Mobil itu siap untuk menerabas desa-desa yang belum ada jalan beraspal. Prinsipnya: cari tanah murah. Jelek pun tak mengapa. Kian jauh dari Jakarta, mestinya, kian murah.

Panji terus ke timur. Masuk Indramayu. Ke pedalamannya. Dari desa ke desa. Terbacalah di salah satu gerbang desa: Desa Gantar.

Baru sekali itu ia tahu ada desa bernama Gantar. Asosiasinya langsung ke Gontor. Gantar dan Gontor. Mirip sekali.

“Di sini saja. Kita cari tanah di sini,” katanya dalam hati.

Di Gantar ini Panji mampir warung sate. Makan sate. Melihat ada orang bermobil ke Gantar seorang penduduk mendekatinya: cari tanah?

Awalnya Panji tidak mengaku. Tapi warga di situ tahu gelagat orang yang cari tanah. “Ada tanah luas di sana. Tapi tanahnya jelek,” ujar warga desa itu.

Mendengar kata ”tanah jelek” Panji senang. Pasti harganya murah. Kawasan itu memang gersang. Tidak banyak pohon. Belum ada gerakan penghijauan. Belum ada irigasi. Yang ada padang ilalang. Sejauh mata memandang.

Panji minta dibawa ke tanah jelek itu. Luasnya 60 hektare. Harganya murah sekali. Jadi. Panji membayarnya. Lalu membuat rumah gubuk di lokasi itu.

Berita dari mulut ke mulut pun menyebar: siapa yang mau menjual tanah jelek bisa datang ke gubuk itu. Langsung dibayar. Lama-lama terkumpul tanah 1200 hektare. Untuk pesantren.

Dari mana Syekh Panji mendapatkan uangnya?

Pembelian tanah itu dilakukan setelah Panji 10 tahun bekerja di luar negeri. Dengan gaji dolar. Ia punya tabungan. Ditambah wakaf dana dari sekitar 20 orang sahabat aktivis lamanya. Salah satu sahabatnya itu adalah pendiri pondok pesantren Perenduan, Sumenep, Madura. Alumni Gontor juga.

Waktu bekerja di luar negeri Panji tidak membawa istri. Sang istri ditinggal di Banten. Punya anak-anak kecil. Perkawinan mereka tok-cer. “Sepuluh bulan setelah kawin saya sudah punya anak pertama,” ujar Syekh Panji.

Sang istri adalah aktivis HMI juga. HMI-wati. Disebut Kohati. Dia aktivis di IAIN Banten. Mereka bertemu di forum organisasi: sesama HMI.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *