Menelisik Agenda Terselubung Dibalik Kampanye Tolak Politik Identitas

Agenda Terselubung Dibalik Kampanye Tolak Politik Identitas
Desmond J. Mahesa
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Diharamkan ?

Istilah “politik identitas” pertama kali dicetuskan oleh feminis kulit hitam Barbara Smith dan Combahee River Collective pada tahun 1974.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Politik identitas umumnya mengacu pada bentuk politik di mana kelompok orang dengan identitas ras, agama, etnis, sosial atau budaya yang sama berusaha untuk mempromosikan kebutuhan atau kepentingan khusus mereka. Kalau didefinisikan dalam kalimat sederhana, politik identitas adalah ketika orang-orang dari ras, etnis, jenis kelamin, atau agama tertentu ini membentuk aliansi dan berorganisasi secara politik untuk membela kepentingan kelompok mereka secara bersama sama.

Dalam setiap pemilu yang digelar di Indonesia, politik identitas selalu saja dimainkan untuk menarik simpati massa.

Para aktor politik sadar betul bahwa untuk menang tidak cukup mengandalkan adu gagasan dan tawaran tawaran rasional tentang bagaimana menciptakan lapangan kerja, memberantas korupsi, memerangi terorisme, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan seterusnya. Mereka merasa perlu jualan identitas untuk menarik calon pemberi suara.

Apakah cara menjual identitas seperti itu memang diharamkan di Indonesia sehingga harus dihindarkan oleh setiap orang yang berkampanye untuk menarik simpati massa ?

Sesungguhnya politik identitas sah sah saja diterapkan di Tanah Air kita karena memang tidak ada ketentuan yang melarangnya. Sebab, Indonesia menganut paham demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lagi pula Konstitusi UUD 1945 Pasal 28, menghargai atas hak asasi manusia, yang isinya merupakan penguatan identitas warga negara.

Sementara itu UU Nomor 2 tahun 2008, dinyatakan bahwa asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, ayat (2), parpol dapat mencantumkan identitas tertentu yang mencerminkan parpolnya.

Dengan demikian sah sah saja orang memilih calon pemimpinnya karena sederhananya, karena dia tampan, karena dia taat dalam menjalankan perintah agamanya dan sebagainya.

Sehingga masyarakat boleh boleh saja jika memilih berdasarkan suku, ras dan agama. Yang tidak boleh dilakukan adalah memaksa orang untuk memilih yang bukan pilihannya.

Bahkan dalam sejarahnya konon kabarnya, dahulu politik identitas ini dipakai oleh elite politik bangsa kita untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Waktu itu Politik identitas digunakan sebagai salah satu strategi untuk melepaskan Indonesia dari Belanda.

Sultan Hamengkubowono ketika membuka Kongres Umat Islam ke Tujuh, menyampaikan bahwa Jamiatul Khair di tahun 1903 menyatakan membebaskan diri dari penjajahan Belanda merupakan suatu usaha perjuangan yang wajib hukumnya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *