Refleksi 25 tahun Reformasi Politik: Mencermati Peranan Militer Ke Depan

Peranan Militer Ke Depan
militer indonesia
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle

Hajinews.id – Mencermati pemberitaan freedomnews.id, 24/5, dengan judul “Dua Belas Tokoh Jawa Barat Silaturahmi Dengan Pangdam III Siliwangi”, perlu kita sedikit meluangkan waktu menelaah arti berita tersebut. Khususnya dalam rangka melihat arah demokrasi kita ke depan. Sebab, 12 orang tersebut adalah tokoh-tokoh oposisi garis keras. Setelah reformasi 1998, pertemuan aktifis dengan tentara resmi ini, kelihatannya baru pertama kali terjadi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pertemuan ini sepertinya merupakan bagian lanjut dari rangkaian pernyataan awal yang diutarakan Mayjen Kunto Arief Wibowo, Pangdam Siliwangi April lalu di Kompas Online. Dia menulis “Etika Menuju 2024”. Tulisan itu, dengan pendekatan ilmu komunikasi, terkesan sangat galak, karena memberikan “warning” kepada pemerintah dan elit politik dalam 3 hal, yakni pertama, ketiadaan “gate-keeping”, kedua, provokasi perlu terapi dan ketiga potensi curang. Meski mengklaim sebatas urusan Siliwangi (Jabar/Banten), tapi tulisan Kunto telah dibicarakan secara nasional.

Ketiadaan “gate-keeping” dalam alam digital dan media sosial saat ini, menurut Kunto karena sekarang semua orang telah menjadi penyebar berita. Di masa lalu media tradisional lah penyebar dan sekaligus penanggung jawab berita. Dengan bebasnya saat ini menyebarkan berita, maka tingkat literasi menjadi instrumen kemampuan menyaring berita. Hal ini menjadi tantangan besar. Sebab, tingkat literasi rakyat kita masih sangat rendah. Hasutan-hasutan di masyarakat akan menjadi momok ke depan.

Kemudian Kunto menegaskan perlu “terapi” untuk mengendalikan provokasi. Terapi dalam bahas militer dapat berarti segala upaya penangkalan dini. Tapi bisa juga “coercive action”.

Terakhir, Kunto memberikan peringatan untuk tidak bermain curang dalam pemilu.

Isu curang itu ternyata sangat sensitif. Pemilu Jujur, adil dan bebas/rahasia sulit dilakukan. Sekarang, main curang berarti bisa pada fase pra pemilu, saat pemilu dan paska pemilu. Kecurangan pra pemilu bisa dilakukan dengan upaya-upaya penyingkiran kandidat capres secara jahat, misalnya. Diakhir pemilu dengan rekayasa IT. Di saat pemilu dengan menggerakkan aparatur negara dan birokrasi. Kunto kelihatannya telah mencium hal itu.

Menurut Kunto, tentara siap untuk mengambil langkah dini jika negara mengalami ancaman perpecahan.

Tulisan Kunto tersebut di atas adalah jelas-jelas menunjukkan pikirannya sebagian jenderal militer tentang politik kita saat ini. Dalam era demokrasi, biasanya militer menjaga jarak dari tulisan yang dianggap ranah sipil. Namun, tentu saja kita tidak bisa langsung menghakimi hal itu sebagai intervensi militer pada politik sipil. Atau jika intervensi, itu merupakan keburukan? Mengapa?

Setelah 25 tahun berakhirnya politik militer di Indonesia pada 1998 lalu, militer sudah jelas menarik diri pada urusan politik. Namun, mereka tentu saja bukan hidup dialam hampa tanpa melihat apa yang terjadi ketika pemerintahan sipil berkuasa dan kita mengklaim Indonesia sudah menjadi salah satu negara demokratis terbesar di dunia.

Pertama, orang-orang purnawirawan yang telah menjadi jenderal-jenderal era Orde Baru berkuasa masih banyak yang masih hidup. Mereka ini mampu mengkomparasi apa yang dahulu dimaksudkan oleh niat demokrasi sesungguhnya. Misalnya, dengan memisahkan polisi dan TNI, berarti polisi tidak mempunyai kekuatan “combatan”. Namun, saat ini terkesan malah polisi justru melakukan praktek yang sama seperti yang dituduhkan mahasiswa tahun 1998 pada militer, mempunyai pasukan kombatan dengan senjata canggih dan melakukan dwi fungsi politik.

Dahulu, semua jabatan sipil, baik di kementerian, lembaga negara, pemerintah daerah dan lembaga lainnya menjadi sasaran tentara untuk berkarya. Saat ini, polisi melakukan hal yang hampir sama. Itu yang dimaksudkan sebagai dwi fungsi, di mana TNI sudah meninggalkannya sejak reformasi 1998.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *