MK Gelar Sidang Perdana Uji Materi UU Parpol, Masa Jabatan Pimpinan Partai Diminta Dibatasi Maksimal 5 Tahun

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana Uji Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

Sidang dengan perkara nomor 53/PUU-XXI/2023 digelar pada Selasa (30/5/2023) yang diajukan oleh Muhammad Helmi Fahrozy sebagai pemohon.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sidang tersebut dipimpin hakim konstitusi Suhartoyo dan didampingi hakim konstitusi Wahidudin Adams dan Guntur Hamzah.

Kuasa hukum pemohon, Aldo Pratama meminta MK mengabulkan gugatan yang diajukan pihaknya.

Ia juga meminta Mahkamah menyatakan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

“Pengurus partai politik memegang jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, serta pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain,” ucap Aldo Pratama dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Selasa.

Ia juga meminta Mahkamah memuat putusan ini dalam berita negara sebagaimana mestinya.

Aldo menyatakan pihaknya telah memenuhi kedudukan hukum sebagai pemohon atau legal standing.

Dalam pokok permohonannya, dia menjelaskan bahwa pembatasan masa jabatan pimpinan parpol merupakan keniscayaan sebagai implikasi dari partai politik sebagai tonggak dan penggerak demokrasi, serta salah satu unsur pelaksana kedaulatan rakyat.

Kemudian pemohon juga melihat bahwa ketiadaan batasan masa jabatan pimpinan parpol berimplikasi pada kekuasaan yang terpusat pada orang tertentu dan terciptanya keotoriatan dan dinasti dalam tubuh parpol.

Menurutnya, desain UU Parpol cenderung menempatkan parpol sebagai organisasi superior tanpa adanya pengawasan yang dilakukan pemerintah maupun pihak internal dari partai itu sendiri.

“Jika pun ada pengawasan internal namun hanya diatur melalui Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai yang bersangkutan dengan memunculkan organ internal yang penamaannya berbeda-beda setiap parpol. Namun demikian organ internal pun tunduk terhadap parpol, dalam hal ini ketua umum,” tuturnya.

Aldo melanjutkan bahwa pembatasan masa jabatan ketua umum parpol merupakan bentuk check and balance dan mekanisme kontrol di tubuh parpol melalui pemaknaan Pasal 2 ayat 1 b UU Partai Politik.

Sebab, kata dia, dengan tidak adanya mekanisme check and balance dalam UU Partai Politik dapat menimbulkan kesewenang-wenangan dalam internal kepengurusan parpol.

“Oleh karena itu, pentingnya pembatasan masa jabatan pimpinan atau ketua umum parpol dalam periode waktu tertentu dan batasan maksimum masa jabatan sebagai bentuk mekanisme check and balance serta bentuk pencegahan terhadap potensi penyalahgunaan atau penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power,” tuturnya.

Lebih jauh Aldo mengatakan ketiadaan batasan masa jabatan pimpinan parpol menyebabkan kerusakan sistem demokrasi internal dan penyalahgunaan kekuasaan pimpinan terhadap anggota parpol.

“Serta menutup ruang partisipasi dan aspirasi anggota dalam pengambilan kebijakan atau keputusan sebagaimana diatur dalam pasall 28E ayat 3 UUD 1945,” tuturnya.

Kemudian pemohon juga beranggapan bahwa ketiadaan pembatasan masa jabatan pimpinan parpol dalam Pasal 2 ayat 1 b UU Partai Politik menciptakan ketiadaan kesempatan yang sama bagi anggota parpol menjadi pimpinan atau pengurus parpol.

Hal itu sebagaimana dijamin dalam Pasal 1 ayat 3, Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *