Penguatan Peran Bawaslu dalam Mengawasi Black Campaign di Sosial Media pada Pilpres 2024

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Uus Rusman Juligatna, S.E

Kampanye merupakan bagian penting dalam proses pemilu yang berfungsi sebagai ruang komunikasi politik antara peserta pemilu dan masyarakat. Para peserta pemilu didorong untuk mengedepankan politik gagasan dengan menawarkan visi, misi, program tak terkecuali dengan memperkenalkan citra diri peserta pemilu. Seiring dengan semakin canggihnya perkembangan teknologi, kegiatan kampanye tidak lagi menggunakan metode konvensional saja seperti kampanye tatap muka, penggunaan spanduk, baliho, brosur dan sejenisnya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pada pemilu 2024, penggunaan media sosial multi platform seperti WhatsApp, facebook, instagram, twitter, youtube, tiktok diprediksi akan banyak digunakan oleh peserta pemilu dan simpatisannya untuk menarik simpati pemilih.

Media sosial memang sangat membantu mempermudah kampanye politik yang dilakukan oleh peserta pemilu. Namun demikian, media sosial juga kerap digunakan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab untuk menyebarkan berita bohong, fitnah atau black campaign kepada lawan politik bahkan kepada penyelenggara dan pengawas pemilu. Contohnya, terdapat berita bahwa hasil pemilu 2024 sudah ditentukan padahal pemungutan suaranya belum dilakukan.

Setelah ditelusuri oleh Kominfo informasi ini adalah hoax. ( https://www.kominfo.go.id/content/detail/48714/hoaks-data-kpu-hasil-pemilu-2024-sudah-jadi/0/laporan_isu_hoaks).

Jika merujuk pada data pemilih di Pemilu 2024 berdasarkan generasi, hasil sinkronisasi antara Data Pemilih Berkelanjutan dengan DP4 per 11 Februari 2023 menunjukkan pemilih Silent Gent yang lahir antara tahun 1928-1944 ada 3.764.022 (1,84%) orang. Pemilih Baby Boomers yang lahir antara tahun 1945-1963 ada 28.216.929 (13,74%) orang.

Pemilih Gen X yang lahir antara tahun 1964-1979 ada 55.407.946 (27,09%) orang. Pemilih Gen Y yang lahir antara tahun 1980-1995 ada 67.875.185 (33,18%) orang. Dan pemilih Gen Z yang lahir antara tahun 1996-2012 ada 49.295.631 (24,1%).

Dari data tersebut menunjukkan bahwa komposisi pemilih terbesar di Pemilu 2024 adalah generasi yang melek media sosial. Bisa dibayangkan bagaimana jika mereka menelan mentah-mentah narasi black campaign yang beredar di media sosial tanpa mengecek kebenarannya? Selain menurunkan kepercayaan terhadap penyelenggara pemilu, informasi bohong juga dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat. Apalagi jika berita tersebut dibumbui dengan sentimen SARA.

Mendaftarkan 20 akun resmi parpol kepada KPU hanya salah satu bagian untuk mengawasi kegiatan kampanye peserta pemilu di media sosial. Lalu bagaimana langkah Bawaslu untuk mengawasi konten black campaign yang disebarkan oleh akun anonim pada saat Pemilu 2024?

Setidaknya ada enam langkah yang dapat dilakukan untuk mengawasi konten black campaign di media sosial. Pertama, perlunya membuat dan menegakkan aturan hukum yang jelas dalam menindak pelaku penyebar konten black campaign. Namun demikian, aturan hukum ini tidak boleh menjadi pasal karet yang digunakan untuk memberangus kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat. Kedua, Bawaslu menyediakan kanal aduan informasi seperti melalui website, media sosial terkait dugaan konten yang mengandung black campaign yang direspon secara cepat dan akurat. Upaya pencegahan penyebaran black campaign selama pemilu bisa juga dilakukan dengan kerja sama dengan lembaga pemerintah seperti Kominfo dengan men-take down konten yang disebar oleh akun provokatif.

Ketiga, mendorong peserta pemilu untuk melakukan positive campaign yang berisi tentang visi, misi, program, prestasi dan profil peserta pemilu di ruang publik sebagai bentuk pendidikan politik kepada masyarakat.

Keempat, mengajak pers sebagai pilar demokrasi untuk ikut mengawasi jalannya pemilu dengan menyediakan kanal Cek Fakta agar masyarakat terhindar dari kontaminasi berita bohong yang berujung pada perpecahan. Kelima, berkerjasama dengan penyedia media sosial yang ada di Indonesia untuk memperketat potensi penyebaran konten-konten kekerasan, fitnah dan berita bohong. Keenam, merangkul elemen masyarakat sipil yang konsen dalam bidang kepemiluan seperti Perludem, LP3ES untuk memberikan masukan terkait regulasi yang ideal dalam pelaksanaan kampanye di sosial media. Elemen masyarakat sipil lain yang perlu diajak kolaborasi dalam menangkal black campaign seperti Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo).

Satu hal yang perlu diinsyafi adalah tugas pengawasan ini tidak bisa dilakukan oleh sendiri oleh Bawaslu-KPU, tetapi harus berkolaborasi dengan semua pihak.

Uus Rusman Juligatna, S.E
Pegiat Pengawasan Pemilu – Nomor kontak 085314003565)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *