Disway: Badai Berlalu

Badai Berlalu
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



“Yang satu, belakangan masuk penjara dalam perkara investasi bodong Wahana Artha. Satunya lagi harusnya masuk interpol. Ia lagi sembunyi di Los Angeles,” ujar Vier.

Sepulang ke Indonesia, Vier kembali aktif di pasar modal. The legend is back. Belakangan ini begitu banyak ia menangani IPO. Tahun kemarin saja ada 30 perusahaan yang IPO lewat kantornya. Itu berarti lebih separo dari yang IPO di pasar modal Jakarta.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Bagaimana Vier bisa melewati gelombang hidup yang begitu besar?

Mungkin karena Vier pernah menjadi nakhoda kapal. Ia sudah biasa berlayar mengarungi laut dan samudera. Ia memang lulusan akademi pelayaran Jakarta.

Saat kuliah, ia mengaku nakal. Tidak naik kelas. Tapi lulus terbaik di akhir pendidikannya.

Lalu Vier bekerja di perusahaan kapal Jepang. Beberapa tahun. Sampai menjadi chief engineer di kapal samudera. Sambil menabung. Gelombang laut adalah makanan hariannya di usia  mudanya.

Tokoh inspirasinya pun kapten kapal: Kapten Rivai. Anda sudah tahu siapa tokoh besar itu: nakhoda KM Tampomas II. Kapten Rivai memang hero di tahun 1981. Dalam peristiwa tenggelamnya KM Tampomas II itu sebenarnya Kapten Rivai bisa menyelamatkan diri. Dengan mudah. Kalau mau. Tapi Kapten Rivai pilih menyelamatkan para penumpangnya. Sampai detik terakhir. Sampai ia sendiri memilih tenggelam bersama KM Tampomas II yang terbakar hebat di tengah laut ganas Masalembu.

Vier masih SD saat Tampomas II itu tenggelam. Di Tarakan. Dulu masuk Kaltim, sekarang Kaltara. Kisah kepahlawanan Kapten Rivai membekas ke dalam hatinya: “Saya mau menjadi kapten kapal!”

Vier tidak takut biar pun yang meninggal di peristiwa itu sampai 431 orang. Salah satu yang terbesar dalam sejarah dunia kecelakaan laut. Tapi berkat kepahlawanan Kapten Rivai lebih 1.000 orang bisa diselamatkan.

Dari Tarakan ayahnya dipindah ke Sorong. Ia pegawai negeri. Sang ayah kelahiran pulau kecil Adonara. Anda sudah tahu di mana letak pulau Adonara: di antara Flores dan Lembata. Sedikit lebih dekat ke Dili daripada ke Kupang.

Nama sang ayah pun khas NTT: Namatuan Paulus Boga Riang Hepat. Dipanggil Paulus.

Ketika bertugas di Kalbar, Paulus kawin dengan wanita Pontianak: Rosmani. Rumahnyi dekat pelabuhan. Dia berdarah campuran Melayu-Bugis-Padang.

Maka di Pontianaklah Vier lahir. Dengan nama asli Veri Riang Hepat. Masuk SD pun masih di Pontianak: SD Bruder Dahlia, di Jalan Gajah Mada.

Pontianak, Tarakan, lalu ini: Sorong. Papua Barat. Vier tumbuh remaja di Sorong. Sampai tamat SMA di Papua. Soronglah, katanya, yang membentuk jiwa hidupnya. Logat bicaranya pun masih seperti orang Sorong. Sampai sekarang.

Saya pun bertanya: Anda ini merasa orang NTT, Pontianak, Tarakan, atau Sorong?

“Saya orang Sorong,” katanya.

Mimpi Kapten Rivai terus hidup di Sorong. Kebetulan ayahnya tidak  punya uang untuk membiayai Vier kuliah. Maka masuklah Vier ke akademi pelayaran. Yang biaya kuliahnya sangat murah: disubsidi kementerian perhubungan.

Setelah punya uang dari pekerjaannya di kapal, Vier ingin banting stir. Ia ingin kaya. Ia selalu berdoa di akhir tahajudnya: agar diberikan rezeki sederas aliran sungai dan seluas samudera. Doa itu dikabulkan. Ia kaya raya. Rupanya ia lupa berdoa yang satu ini: agar jangan sampai jadi buron interpol.

Tidak ada orang yang bisa kaya hanya menjadi pegawai. Kecuali sambil jadi maling. Maka ia ingin jadi pengusaha. Dan jalan untuk cepat kaya haruslah lewat bisnis di bidang keuangan.

Maka ia kuliah finance. Di Amerika Serikat. Lalu bekerja di perusahaan keuangan di sana. Setahun penuh pekerjaan pertamanya hanya mengkliping berbagai laporan keuangan perusahaan. Ia jenuh. Minta pindah bagian.

“Boleh, tapi tidak di Amerika,” ujar bosnya.

“Di mana?”

“Di cabang Hong Kong”.

“Mau!”

Lima tahun Vier di Hong Kong. Di perusahaan Amerika itu. Ia tergabung dalam tim IPO di Hong Kong. Ia menjadi banyak tahu soal go public. Ia tahu seluk beluk  saham dan permainannya. Ia mengasah intuisi di turun naiknya harga saham.

Tahun 2009, saham Bank BNI tinggal di kisaran Rp 300/lembar. Jatuh dari kisaran Rp 6.000. Krisis moneter melanda dunia perbankan saat itu, dimulai dari Amerika.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *