Saat di rumah, Abu Nawas dan para santrinya memperlihatkan kurma-kurma terbaik yang dibawa.
“Ini adalah kurma terbaikku, pasti rasanya manis, dan akulah pemenangnya,” ujar salah seorang santri.
“Oh belum tentu, pasti kurmakulah pemenangnya,” ujar salah seorang santri menimpali lagi.
Tiba-tiba Ahmad datang. Ia hanya membawa satu kurma. Dirinya pun diejek. Ketika hendak membalikkan badan untuk pulang, Ahmad dicegah oleh Abu Nawas.
“Hei, Ahmad. Ke sini, jangan pulang dulu,” tutur Abu Nawas.
Abu Nawas pun bertanya, apakah mereka sudah membawa kurmanya.
“Sudah guru,” ujar mereka serempak.
Santri-santri pun meletakkan kurma tersebut satu persatu, termasuk Ahmad.
Ketika pengumuman tiba, Abu Nawas mengatakan bahwa pemenangnya adalah Ahmad. Mereka pun banyak yang protes, kurma jelek dan hanya satu butir bisa menang.
Nah, Abu Nawas pun menceritakan bahwa ia menyamar menjadi pengemis ketika mereka di perjalanan. Lalu santri yang memberikan sedekah kurma hanya Ahmad.
“Memang buah milik kalian lebih bagus dan manis daripada milik Ahmad, namun buah yang paling manis ialah kebajikan yang kita lakukan, terutama membantu orang yang kelaparan,” ungkap Abu Nawas.
Sekarang mereka paham, kenapa Abu Nawas begitu memiliki perhatian lebih kepada Ahmad. Sebab, Ahmad memiliki hati yang lapang untuk saling berbagi, meskipun dirinya sendiri sedang mengalami kesulitan.
Wallahu a’lam bisshawab.