Waduh! Uang Korupsi Proyek BTS Disebut Mengalir ke Komisi I DPR Hingga ke Pengawas Keuangan

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersama Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) membeberkan temuan empat klaster dalam skandal korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) proyek pembangunan serta penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Dua lembaga penyelidik partikelir tersebut mendesak agar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi (Jampidsus) di Kejaksaan Agung (Kejagung) menyeret semua pihak-pihak terlibat dalam empat klaster korupsi yang merugikan negara Rp 8,32 triliun tersebut.

Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho mengungkapkan, empat klaster tersebut terdiri dari kelompok di pihak Kemenkominfo dan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI). Klaster kedua dari pihak lembaga pengawas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ketiga adanya klaster pemborong. Serta terakhir di klaster keempat, adalah para makelar kasus yang ‘bergentayangan’ di lingkungan kejaksaan untuk pengamanan penerapan pasal-pasal tertentu dalam proses penyidikan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Keempat klaster-klaster ini, semuanya turut menikmati aliran-aliran uang yang diduga bersumber dari tindak pidana korupsi dalam pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Kemenkominfo ini,” kata Kurniawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), pada Senin (26/6/2023).

Kurniawan menjadi perwakilan LP3HI dan MAKI dalam sidang perdana praperadilan terhadap Jampidsus-Kejagung serta Komisi III DPR RI terkait desakan agar penyidikan tersangka korupsi BTS 4G BAKTI Kemenkominfo juga turut dijerat dengan pasal-pasal dalam UU 8/2010 tentang TPPU. Akan tetapi sidang perdana, Senin (26/6/2023) itu digelar singkat tanpa kehadiran pihak Kejakgung maupun Komisi III.

Karena itu, hakim menunda persidangan sampai 4 Juli 2023 mendatang. Namun, Kurniawan membeberkan hasil investigasi LP3HI dan MAKI yang menjadi acuan dalam permohonan praperadilan tersebut.

Kurniawan menjelaskan dari klaster di Kemenkominfo dan BAKTI, tim penyidikan Jampidsus-Kejagung memang sudah menetapkan dua tersangka. Yakni tersangka eks Menkominfo Johnny Gerard Plate (JGP) dan Dirut BAKTI Anang Achmad Latif (AAL). Akan tetapi masih ada para terlibat lainnya, di lingkaran pejabat utama di Kemenkominfo dan BAKTI yang menurut LP3HI dan MAKI, pun turut menikmati uang hasil korupsi BTS 4G BAKTI Kemenkominfo tersebut.

Termasuk dikatakan Kurniawan, di level staf ahli menteri, maupun para jajaran direksi lainnya pada badan layanan umum tersebut. Pun Kurniawan menjelaskan, dari dua tersangka utama itu penyidik Kejakgung, cuma menjerat AAL sebagai tersangka TPPU. Sementara Johnny, kata Kurniawan dalam berkas perkara tak dikenakan sangkaan TPPU.

Dalam klaster kedua, terkait lembaga pengawasan, LP3HI dan MAKI menuding adanya aliran uang ke para anggota Komisi I di DPR RI, dan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kurniawan mengatakan, bukti aliran uang ke klaster lembaga pengawasan tersebut diperoleh dari pengakuan tersangka Windy Purnomo (WP). WP adalah tersangka swasta yang ditetapkan terkait perannya selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera yang menjadi penghubung, dan salah-satu penghubung, serta penyalur uang-uang ke sejumlah pihak di Kemenkominfo, di BAKTI, serta di DPR, juga di BPK.

“Berdasarkan pengakuan tersangka WP, telah menyerahkan uang sebesar Rp 70 miliar kepada orang bernama NY yang berdasarkan pengakuan diperuntukkan untuk oknum pimpinan di Komisi I DPR,” ujar Kurniawan.

Tersangka WP, kata Kurniawan, juga mengaku menyerahkan uang sebesar Rp 50 miliar kepada inisial SS. “Yang berdasarkan pengakuan diduga uang tersebut (Rp 50 miliar) di peruntukan kepada oknum pemimpin di BPK,” terang Kurniawan.

Selanjutnya dalam klaster pemborong, penyalur uang, kata Kurniawan, adanya inisial JS. Nama tersebut dikatakan Kurniawan adalah pihak swasta selaku pemborong dalam paket besar 1, 2, dan 3 pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kemenkominfo.

“JS mendapatkan keuntungan ilegal Rp 1 triliun,” kata Kurniawan.

Dan JS, kata Kurniawan, sampai saat ini belum ditetapkan sebagai tersangka. Dalam klaster tersebut, pun ada pelaku subkontraktor bernama Iyus, yang disebut-sebut menerima komisi sebesar 2,5 juta dolar AS, atau setara Rp 40-an miliar, dari inisial JS.

Dan Iyus, kata Kurniawan, juga mendapatkan Rp 75 miliar sebagai kompensasi partisipasi dari suplier-suplier subkontraktor lainnya yang ikut bergabung dalam proyek bancakan yang merugikan negara Rp 8,32 triliun tersebut. Sedangkan dari klaster makelar kasus (markus), Kurniawan mengatakan, dari hasil penelusuran LP3HI dan MAKI ditemukan adanya dua pihak yang menjadi pelobi di internal Kejagung.

Pelobi tersebut, menurut Kurniawan menjadi pihak-pihak yang berusaha mendikte tim penyidikan di Jampidsus untuk menetapkan, atau tak mentersangkakan para terlibat. Juga pihak-pihak tersebut yang berusaha melobi tim penyidikan di Jampidsus untuk tak menjerat, atau hanya menyangkakan pasal-pasal tertentu dalam penyidikan korupsi BTS 4G BAKTI Kemenkominfo tersebut.

“Salah-satu markus lainnya adalah inisial P, yang diduga dilibatkan untuk mengurusi tebang pilih dalam penanganan korupsi BTS 4G BAKTI Kemenkominfo,” kata Kurniawan.

Melalui praperadilan tersebut, LP3HI, dan MAKI, kata Kurniawan meminta majelis hakim PN Jaksel untuk memerintahkan Jampidsus-Kejagung melanjutkan proses penyidikan korupsi BTS 4G BAKTI Kemenkominfo dengan penjeratan sangkaan TPPU terhadap semua tersangka yang sudah ditetapkan. “Dan memerintahkan termohon (Jampidsus-Kejakgung) menetapkan tersangka terhadap JGP, AAL, JS, Iyus, dan oknum anggota DPR dari Komisi I, oknum BPK, serta makelar pada penanganan kasus tersebut sebagai tersangka TPPU terkait tindak pidana pokok korupsi dalam pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kominfo,” kata Kurniawan.

Dalam kasus korupsi dan TPPU BTS 4G BAKTI Kemenkominfo, tim penyidikan di Jampidsus menetapkan sementara delapan orang sebagai tersangka. Johnny Gerard Plate (JGP) ditetapkan tersangka atas perannya selaku menteri komunikasi dan informatika, serta kuasa pengguna anggaran (KPA). Anang Achmad Latif (AAL) ditetapkan tersangka selaku Direktur Utama (Dirut) BAKTI. Dan tersangka lainnya, adalah pihak swasta. Yakni Galumbang Menak Simanjuntak (GMS), Yohan Suryanto (YS), Mukti Ali (MA), Irwan (IH), dan Windy (WP), dan terakhir Muhammad Yusrizki (MY alias YUS). Selain tersangka Windy, dan Yusrizki, enam tersangka sudah akan disidangkan kasusnya pada pekan ini.

Sebelumnya, Jampidsus Febrie Adriansyah mengaku menghormati langkah MAKI dalam pengajuan praperadilan itu. Akan tetapi dikatakan dia, terkait penjeratan TPPU yang menjadi desakan MAKI dalam materi gugatannya dinilai terburu-buru.

Menurut Febrie, penjeratan TPPU terhadap para tersangka, tak harus dilakukan saat ini. Karena dikatakan Febrie, penjeratan TPPU untuk para tersangka itu, dapat dilakukan pada saat pelimpahan perkara di pengadilan. Atau pada saat penuntutan. Pun juga dapat dilakukan melalui pengakuan tersangka.

Sampai saat ini, kata Febrie, tim penyidikannya belum menemukan bukti-bukti yang cukup untuk menjerat semua tersangka dengan TPPU. Khususnya terhadap tersangka dari para penyelenggara negara. Yaitu tersangka eks Menkominfo Johnny Gerard Plate, dan tersangka Anang Achmad Latief (AAL) Dirut BAKTI. “Sampai sekarang, kita memang belum mendapatkan bukti menyangkut soal TPPU ini. Tetapi, bila nanti ada ditemukan, karena ini terus didalami, dapat kita tetapkan dalam berkas terpisah,” ujar Febrie menerangkan.

 

Sumber

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *