Kultum 165: Bagaimana Ittiba’ yang Benar

Bagaimana Ittiba’ yang Benar
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.id – Secara linguistis, lebih spesifiknya secara etimologis, kata ittiba’ (اتِّباَع) merupakan mashdar dari kata ittaba’a (اتَّبَعَ). Kata ini memiliki akar kata yang terbangun dari huruf taa, baa dan ‘ain. Menurut Ibnu Faris Rahimahullah, “Huruf-huruf taa, baa, dan ‘ain merupakan akar kata yang semua kata turunannya tidak menyimpang dari makna asalnya, yaitu mengikuti.

Adapun kata ittiba’ pada mulanya bermakna mengikuti jejak orang yang berjalan. Kata ini kemudian digunakan untuk makna melakukan amalan seperti amalan orang lain, sebagaimana dalam firman Allah, وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ  “Dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik” (QS. At-Taubah, ayat 100). Kemudian kata tersebut digunakan dengan makna “melaksanakan perintah dan mengamalkan apa yang diperintahkan oleh syariat”.

Di dalam istilah syar’i, ittiba’ berarti berpegang teguh dan menerima apa yang ada dalam Al-Kitab dan yang shahih dari Sunnah, melaksanakan perintah-perintahnya serta menjauhi larangan-larangannya. Menurut para ulama, ittiba’ adalah “berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang shahih menurut para ahlinya, para penukilnya, dan para penjaganya, serta tunduk kepada sunnah, dan menerima perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang ada di dalam sunnah”. Kadangkala, ittiba’ juga didefinisikan sebagai, “mengikuti orang yang diperintahkan Allah untuk diikuti”. Ada juga definisi ittiba’ sebagai “melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan Nya”.

Ittiba’ dikatakan benar jika sudah memenuhi tiga perkara yang diringkas dari dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tiga perkara tersebut adalah, (1) Berpegang teguh kepada kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, (2) Tidak berpecah belah dan berselisih dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan (3) Hendaknya ittiba’ kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dibatasi dengan pemahaman Salafus Shalih, dan tidak dengan pemahaman yang selain mereka.

Dengan demikian syarat benarnya ittiba’, dan termasuk konsekuensi ittiba’ adalah meninggalkan bid’ah di dalam agama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang berpegang teguh kepada sunnah. Kabar itu tujuan utama yang ingin dicapai oleh setiap mukmin yang beriman, yaitu keberhasilan meraih surga dan selamat dari neraka. Rasulullah bersabda,

كُلُّ أُمَّتِيْ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَي

قَالُوْا وَمَنْ يَأْبَى يَا رَسُوْلَ اللهِ قاَلَ مَنْ

أَطَاعَنِيْ دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِيْ فَقَدْ أَبَى

Artinya:

Setiap umatku pasti akan masuk surga kecuali yang tidak mau, para sahabat bertanya, siapa yang enggan masuk surga wahai Rasulullah? Beliau menjawab, siapa yang taat kepadaku maka ia pasti masuk surga, dan siapa yang durhaka (bermaksiat) kepadaku maka sungguh ia enggan masuk surga (HR. Al-Bukhari).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *