Bagaimanapun upaya Jokowi menjadi King Maker, dengan menggadang-gadang Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai Bacapres ternyata tidak sesuai dengan harapan.
Ketika tiba-tiba Ganjar “direbut” Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai Bacapres dari PDIP. Satu kenyataan yang melahirkan sikap ambiguitas Jokowi, antara terus mendukung pencapresan Ganjar atau lebih melirik Ketum Gerindra Prabowo Subianto untuk dia dukung.
Pernyataan Megawati yang berkali-kali menyebutnya petugas partai tentu memuakkan sekaligus mengecewakannya. Bisa jadi juga bahkan menyakitkan ketika sebutan “petugas partai” itu masih digaungkan saat dia sudah menjadi presiden. Hal itu dan sejumlah persoalan lain tak pelak lagi membuat hubungan Jokowi dan Megawati kian renggang.
Pertanyaannya sekarang: Apakah mendukung Prabowo itu langkah yang tepat? Bisa jadi Ketum Gerindra itu memang bisa diharapkan untuk mewujudkan keinginannya. Yaitu mengamankan diri dan keluarganya serta melanjutkan proyek IKN dan KCJB sesudah lengser kelak. Persoalannya, apakah Prabowo bisa dipastikan menang?
Sementara Anies yang walaupun dalam sejumlah survei selalu jeblok, selalu di urutan paling buncit, namun di mata Jokowi kini dialah yang terbaik. Bukan tidak mungkin sekarang ini Jokowi menyadari, mantan Mendikbud yang dulu dia copot itu bak meteor yang terus melesat cepat. Tidak terbendung. Ke mana pun dia pergi selalu disambut massa rakyat yang melimpah.
Sehingga segala bentuk penjegalan terhadap dirinya harus segera diakhiri. Dan keputusan Jokowi bertemu Surya Paloh adalah sinyal kuat bahwa Anies akan diberi peluang. (*)