Arogansi Institusional di Balik Polemik OTT Basarnas

Polemik OTT Basarnas
Polemik OTT Basarnas
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Pada 25 Juli 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melancarkan operasi (OTT) terhadap dugaan korupsi di salah satu proyek di Basarnas.

Kemudian pada Rabu (26/7), KPK menetapkan lima tersangka yang terlibat korupsi, dua di antaranya berlatar belakang militer aktif, yakni Marsdya Henri Alfiandi, Kepala Basarnas RI, dan Letkol Kabasarnas RI, Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin), Laksamana Afri Budi Khayanto.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dua hari kemudian, Jumat 28 Juli, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf kepada TNI setelah menetapkan Henry dan Avri sebagai tersangka. Ia mengatakan, meragukan keputusan Henry dan Avri merupakan kesalahan prosedur.

Pesan itu disampaikan Tanak usai rombongan Mayjen Julius Widjojono, Kepala Pusat Penerangan TNI, berkunjung ke Jakarta usai kunjungan Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Pertama Agung Handoko beserta jajaran mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 28/7 sore.

Rombongan TNI itu tak terima dengan ditetapkannya Henri dan Afri sebagai tersangka suap, karena merupakan prajurit aktif militer.

Ketua PBHI Nasional Julius Ibrani menganggap sikap KPK yang meminta maaf atas penetapan tersangka dua prajurit militer aktif kepada Puspom TNI ialah langkah keliru dan menjatuhkan marwah penegakan hukum pemberantasan korupsi di Indonesia.

Selain itu dia juga menyoroti kedatangan TNI dalam jumlah besar ke KPK dan mundurnya Direktur Penyidikan (Dirdik) Brigjen Asep Guntur dari KPK yang merupakan sebuah bentuk intimidasi terhadap lembaga antirasuah.

“Ini bukan hanya menunjukkan kuasa mereka, itu sebuah arogansi institusional yang menggambarkan bahwa TNI kita perlu reformasi,” ucapnya ketika dihubungi Forum Keadilan, Sabtu, 29/7/2023.

Di sisi lain Julius membandingkan ketika rakyat memprotes sebuah langkah atau kebijakan hukum dan harus menggugat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

“Kenapa mereka (TNI) tidak seperti itu, kenapa tidak gugat pra-peradilan, kenapa datang beramai-ramai seperti itu. Itu kan sebuah intimidasi,” tuturnya.

Menurut Julius, KPK punya rekam jejak yang buruk tapi konsisten dalam tidak mengusut pejabat aktif TNI yang diduga korupsi.

“Jadinya dia (KPK) hanya mengusut TNI yang sudah pensiun, itu pun dengan koordinasi sama Puspom TNI,” imbuhnya.

Julius menggarisbawahi bahwa dalam setiap institusi yang mengandung unsur komando terdapat istilah ‘esprit de corps‘ atau jiwa korsa. Hal ini akan membentuk sebuah budaya di mana satu sama lain akan saling membela, tidak hanya atasannya tapi juga bawahannya.

“Di dalam lembaga yang masih ada unsur komando, pasti akan menciptakan ‘esprits de corps‘. Seburuk apa pun kinerjanya, seburuk apa pun pasti akan dibela,” ucapnya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *