Moratorium Bisnis Seragam Siswa

Moratorium Bisnis Seragam Siswa
Seragam Siswa
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Untuk saat ini, mestinya sudah tidak elok sekolah berbisnis seragam siswa dengan berorientasi ndolek bati akeh. Apalagi di lingkungan sekolah negeri. Mengapa? Karena guru dan tenaga kependidikan umumnya sudah berstatus PNS/ASN. Mereka sudah digaji tetap oleh negara. Ada tunjangan sertifikasi, ada TPP (Tambahan Perbaikan Penghasilan), dan lain-lain. Guru zaman now bukan lagi seperti guru jaman biyen. Bukan lagi seperti lagu: Oemar Bakrie, naik sepeda onthel butut dengan pakaian lusuh.

Saya sangat berharap, kasus-kasus bisnis seragam di sekolah tidak terjadi lagi di tahun-tahun mendatang. Salah satu kuncinya, harus ada komunikasi dan pengawasan dari pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder). Misal Komite Sekolah. Ataupun Dewan Pendidikan. Atau dari wakil rakyat (DPRD) setempat.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pihak sekolah harus mengfungsikan Komite Sekolah. Atau, dengan kata lain, Komite Sekolah juga harus proaktif. Setiap kebijakan sekolah, terutama yang berdampak kepada wali murid, dan bersifat nonakademis, harusnya ada pembicaraan dengan Komite. Komite kemudian berkomunikasi dengan Depan Pendidikan.

Dalam Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) disebutkan, Komite ataupun Dewan Pendidikan adalah lembaga mandiri. Lembaga ini dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawan pendidikan. (Pasal 56). Komite Sekolah di lingkup sekolah, Dewan Pendididan di tingkat kabupaten/kota.

Harus diakui, dalam pelayanan pendidikan, pemerintah hingga kini belum mampu memenuhi amanat undang-undang. Khususnya, pelayanan pendidikan dasar (SD-SMP). Satu sisi, undang-undang mengamanatkan setiap warga wajib mengikuti pendidikan dasar, dan pemerintah wajib membiayainya. Tapi realitas di lapangan, pemerintah belum dapat mencukupi sarana dan prasarana pendidikan. Terutama tingkat sekolah dasar. Banyak SD kekurangan guru. Terutama di daerah terpencil. Juga, belum mampu menggratiskan semua biaya pendidikan.

UUD 1945 setelah amandemen mengamanatkan, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (Pasal 31 ayat 2).

Yang dimaksud pendidikan dasar adalah pendidikan di tingkat SD, MI, SMP, MTs, dan bentuk lain yang sederajat. Wajib belajar merupakan program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara atas tanggung jawab pemerintah dan pemeirntah daerah. (PP Nomor 47/2008 tentang Wajib Belajar).

Nah, jangan ada kepala sekolah dan guru yang punya pikiran: ‘’siswa sekarang ini sudah sangat dimanjakan oleh negara. Sekolahnya gratis-tis.’’ Karena itu,  menurut pikiran mereka, siswa gak masalah diwajibkan membeli seragam dengan harga spesial. ‘’Mosok pingin pinter kok gak gelem bondho blass,’’ pikir mereka.

Jangan ada guru, kepala sekolah, Komite Sekolah, dan Dewan Pendidikan yang punya pikiran seperti itu. Bagaimana pendapat Anda?

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *