Kultum 191: Takhayul di Jaman Ultra Moderen

Takhayul di Jaman Ultra Moderen
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.id – Yang pertama-tama perlu diketahui adalah bahwa takhayul, bid’ah, dan khurafat (dulu sering disingkat TBC), itu sama-sama kebatilan. Perlu juga untuk diketahui, bahwa di jaman yang sudah ‘ultra moderen’ ini, ketiga-tiganya masih juga hidup di kalangan umat Islam. Padahal, Islam jelas-jelas melarang ketiganya.

Agar mendapat gambaran yang jelas tentang apa dan bagaimana takhayul itu ada, terjadi, dan dipercaya. Untuk itu mari kita kupas secara singkat tapi jelas secara historis dan kronologis. Kita berharap bahwa setelah kupasan ini, kita akan memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas sehingga kita akan tahu bagaimana bersikap dan yang lebih penting terhindar dari perbuatan yang berisi takhayul ini.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), (1) takhayul artinya itu sesuatu yang hanya ada dalam khayalan belaka. Dalam kamus ini takhayul juga didefinisikan sebagai “kepercayaan kepada sesuatu yang dianggap ada atau sakti, tetapi sebenarnya tidak ada atau tidak sakti”.

Contoh yang sampai jaman now masih ada adalah kepercayaan tentang “bulan Safar adalah bulan naas”. Kepercayaan demikian ini sampai kini masih melekat dalam diri sebagian umat Islam di Indonesia. Mereka masih juga percaya bahwa bulan Safar adalah bulan naas, bulan yang penuh kesialan.

Mereka yang masih percaya itu beralasan bahwa kata ‘safar’ berarti sejenis penyakit di dalam perut yang berbentuk ulat besar yang dapat mematikan. Kepercayaan demikian ini sebenarnya sudah ada sejak jaman Jahiliyah. Pada jaman ‘baheula’ itu, mereka menganggap bahwa bulan Safar adalah sebagai bulan yang sarat dengan kejelekan.

Di samping itu, ada contoh yang lebih lucu. Orang yang percaya kepada takhayul juga percaya dan menganggap hari Rabu sebagai hari naas. Kepercayaan demikian juga lebih dipercaya ketika hari Rabu itu jatuh bertepatan dengan hari Rabu terakhir setiap bulan.

Rabu itu sendiri berasal dari bahasa Arab yang artinya ‘empat’. Mungkin saja angka empat ini yang dianggap angka sial. Angka empat dalam tradisi bangsa Cina (juga sebagian bangsa Jepang, Taiwan, dan Hongkong) pada jaman dulu (sebagian masih) dianggap angka sial. Itulah sebabnya, jika bangsa-bangsa tersebut menginap di hotel (bertingkat), mereka menghindari lantai empat dan lantai tiga belas karena berjumlah empat.

Sampai jaman now, masih banyak bisa ditemui gedung atau hotel bertingkat juga menghindari nomor lantai 4 dan 13. Untuk menghindari ‘angka sial’ tersebut. Pemilik hotel atau gedung bertingkat biasanya mengganti lantai 4 dengan 3A, dan lantai 13 dengan 12A.

Kepercayaan atau takhayul semacam ini sebenarnya sudah dihilangkan oleh Islam sejak 1450 tahun lalu. Rasulullah pernah berdebat dengan orang Badui tentang hal demikian. Beliau bersabda, “Tidak ada penyakit menular dan tidak ada kepercayaan pada tahayul”. Si Badui bertanya, “Lantas, bagaimana dengan unta yang sehat, kemudian sakit setelah didekati unta yang sakit?” Ternyata Rasulullah menjawab, “Lalu siapa yang menulari unta pertama?” Maka si Badui itu jadi terdiam.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *