Hajinews.id – ABU Nawas disebut-sebut menjadi penasihat khusus raja. Kehidupan ekonominya bisa dikatakan termasuk dalam daftar keluarga prasejahtera.
Jika ada harta tak terduga, seperti pemberian raja, Abu Nawas makan sedikit enak. Meski begitu, ia biasanya membagikan sebagian kepada warga miskin lainnya.
Karena terbiasa hidup pas-pasan, Abu Nawas tak pernah mengeluh. Namun, berbeda dengan istrinya yang sering mengeluh.
“Apakah hidup kita akan terus begini? Miskin,” ucapnya.
“Tapi aku mengabdi kepada Allah Subhanahu wa ta’ala saja,” jawab Abu Nawas santai.
“Kalau begitu, mintalah upah kepada Allah Ta’ala,” spontan istrinya menyahut.
Dasar Abu Nawas. Merespons omongan istrinya, ia pun langsung ke pekarangan, bersujud, dan berteriak keras-keras, “Ya Allah, berilah hamba upah 100 keping perak!” ucapan itu dilakukan berulang-ulang.
Sudah pasti sang tetangga pun mendengar teriakan itu. Ia ingin mempermainkan Abu Nawas. Dia melemparkan 100 keping perak ke kepala Abu Nawas.
Sang tetangga menjadi terkejut karena begitu uang itu mengenai kepala, Abu Nawas langsung membawa lari uang itu ke dalam rumah dengan gembira sambil berteriak, “Hai, aku ternyata memang wali Allah. Ini upahku dari Allah.”
Sang istri tidak kalah senangnya begitu suaminya menyerahkan uang itu. Tidak lama muncul sang tetangga yang menyerbu rumah Abu Nawas.
Ia meminta kembali uang yang baru dilemparkannya. Abu Nawas menjawab, “Aku memohon kepada Allah, dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah.”
Tetangganya marah. Ia mengajak Abu Nawas menghadap hakim. Abu Nawas berkelit, “Aku tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini. Aku tidak punya kuda dan pakaian bagus. Pasti hakim berprasangka buruk kepada orang miskin.”