Konflik Tanah dan Budaya di Rempang

Konflik Tanah dan Budaya di Rempang
Pulau Rempang
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Pengembangan Rempang Eco City diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Batam dan Kepulauan Riau. Kawasan ini juga diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ganti Rugi atau Ganti Untung?

BP Batam telah menawarkan ganti rugi kepada warga Rempang yang terkena penggusuran. Ganti rugi tersebut berupa uang tunai, rumah, dan lahan. Untuk rumah, warga akan diberikan rumah tipe 45 dengan luas tanah 500 meter persegi. Nilai rumah tersebut diperkirakan sekitar Rp120 juta. Untuk lahan, warga akan diberikan lahan seluas 500 meter persegi. Nilai lahan tersebut diperkirakan sekitar Rp50 juta. Selain itu warga juga diberi uang tunai, sebesar Rp50 juta/keluarga. Bila ditotal setiap keluarga diperkirakan akan menerima Rp.220 juta/keluarga. Untuk sekitar 2000 keluarga, biaya ganti rugi PT Rempang Eco City adalah sekitar Rp.440 milyar.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Namun, warga Rempang menolak ganti rugi tersebut karena mereka menilainya tidak adil. Mereka meminta ganti rugi yang lebih tinggi, yaitu rumah tipe 70 dengan luas tanah 1.000 meter persegi, serta uang tunai sebesar Rp200 juta. Jika permintaan warga Rempang dikabulkan, maka nilai keseluruhan dari ganti rugi tersebut akan menjadi sekitar Rp520 juta per keluarga. Dengan perhitungan itu pihak PT Rempang Eco City mengeluarkan setidaknya Rp.1,04 trilyun.

Dengan melihat gambaran di atas, terus terang saya terkejut, betapa kecilnya kompensasi yang diberikan kepada ribuan orang terdampak. *Apa arti Rp.1 trilyun untuk investasi yang bernilai Rp.381 trilyun.* Betapa murahnya nilai manusia bagi investor dan pejabat pemerintah yang digaji rakyat itu?

Dalam hemat saya, tuntutan rakyat Rempang sudah sangat adil. Bahkan mereka harus juga dibantu agar dapat mengatasi proses transformasi ekonomi dan budaya menyusul penggusuran mereka dari pemukiman asli mereka.

Transformasi Ekonomi dan Budaya

Perselisihan ganti rugi di atas belum lagi mencakup resiko ancaman kehilangan mata pencaharian. Di lokasi baru, Pulau Galang, belum tentu tanahnya cocok untuk bercocok-tanam. Petani Rempang harus beradaptasi, namun apakah dengan tanah hanya 1000 m2 mereka bisa mempertahankan hidup secara berkelanjutan? Demikian juga dengan nelayan Rempang, apakah pelabuhan yang tersedia di Galang sudah setara dengan fasilitas yang tersedia di Pulau Rempang? Bagaimana dengan pasar, pedagang, cooler dan transportasi untuk ikan-ikan mereka.

Proses transformasi terkait mata pencaharian dan seluruh kebiasaan yang ratusan tahun melekat di dalamnya, jelas sangat beresiko. Perlu ratusan ribu jam kerja profesional untuk menata-ulang, kerja keras dan juga biaya dari pihak penduduk. Perlu juga dipikirkan resiko kegagalan dalam proses transformasi itu, apa jaring pengamannya?

Selain resiko-resiko terkait proses transformasi ekonomi terdapat resiko berkenaan dengan transformasi kultural. Bila Rempang Eco City berkembang sesuai harapan ratusan ribu imigran akan mengalir masuk ke Rempang. Setiap imigran akan membawa budaya mereka sendiri, dan tidak heran bila budaya Melayu akan menjadi minoritas. Dalam keadaan seperti itu budaya Melayu akan tenggelam dan, mungkin saja, terlupakan.

Dalam hemat saya, pemerintah cenderung meremehkan resiko-resiko di atas. Padahal bagi masyarakat yang terdampak langsung, resiko-resiko itu nyata dan mereka harus mengantisipasinya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *