Hasil Rekomendasi Munas-Konbes NU: Kekerasan di Rempang Harus Dihentikan

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Nahdlatul Ulama (NU) merekomendasikan agar penggunaan pendekatan keamanan dan kekerasan oleh pemerintah terhadap masyarakat Rempang, Batam terkait sengketa proyek strategis nasional (PSN) Eco City harus dihentikan.

Hal ini merupakan salah satu hasil Komisi Rekomendasi dalam Munas Alim Ulama dan Kombes NU tahun 2023 di Asrama Haji Jakarta, Selasa (19/9).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Sikap kita dalam kasus Rempang ini penggunaan pendekatan keamanan dan kekerasan dalam sengketa tanah rakyat harus dihentikan,” kata Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla membacakan hasil rekomendasi tersebut.

Ulil menegaskan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan investasi tak boleh dicapai dengan melanggar hak-hak rakyat kecil. Proses pembangunan, bagi NU, hanya sekadar sarana, namun, tujuan akhirnya adalah kemaslahatan manusia itu sendiri.

“Karena itu kemaslahatan manusia harus jadi pertimbangan pokok,” kata dia.

Tak hanya itu, Ulil turut mendorong kepada masyarakat dan pemerintah untuk menenangkan diri atau cooling down dalam konflik ini. Ia juga meminta pemerintah harus mendengar aspirasi rakyat agar kepentingan investasi tak mengorbankan rakyat kecil.

“Terakhir. Mengajak rakyat di Rempang untuk bersabar dan terus berdoa kepada Allah agar dicapai solusi terbaik,” kata Ulil.

Sebelumnya konflik yang terjadi di Pulau Rempang dan Galang imbas ambisi pemerintah untuk mengembangkan investasi di kawasan tersebut menjadi kawasan industri, perdagangan dan wisata yang terintegrasi.

Akibat rencana tersebut, pemerintah berencana untuk merelokasi warga yang tempat tinggalnya terdampak pembangunan proyek tersebut. Jumlah warga tersebut diperkirakan antara 7 ribu sampai 10 ribu jiwa.

Proyek yang dikerjakan PT Makmur Elok Graha (MEG) itu ditargetkan bisa menarik investasi besar yang akan menggunakan lahan seluas seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.

Namun, sejumlah warga menolak rencana tersebut hingga menyebabkan pecahnya bentrok antara aparat dan warga yang terjadi pada tanggal 7 dan 11 September lalu.

Sumber

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *